Resensi Novel Si Anak Badai



Dok. Radar Mojokerto, 2 Februari 2020 

Ketangguhan Para Anak Badai

Judul               : Si Anak Badai
Penulis            : Tere Liye
Penerbit         : Republika
Terbitan         : I, 2019
Tebal              : 322 halaman
ISBN                : 978-602-5734-93-9
Peresensi       : Agustin Handayani

Kali ini Tere Liye kembali membawa novel serial Anak Nusantara dengan judul Si Anak Badai. Mungkin kisah ini sedikit berbeda dengan serial yang lain, tapi magnet ketertarikannya jelas tidak kalah besar. Bagaimana sebuah novel ini mengisahkan anak-anak yang hidup di kampung Manowa, sebuah kampung yang berada di atas laut. Bangunan rumah, sekolah, masjid, dan lainnya berdiri tegak di atas air. Penggambaran tempatnya cukup menakjubkan.
“Seorang kawan tidak meninggalkan kawannya sendirian.” –Hal. 202

Ini kisah dari Zaenal atau sering disapa Za, seorang anak kelas 6 yang memiliki sahabat dengan berbagai karakter. Seperti anak-anak yang belum tersentuh kecanggihan informasi, Za dan teman-temannya lebih banyak menghabiskan waktu bermain di laut. Menceburkan diri mereka untuk mencari koin yang dilempar oleh para penumpang kapal besar. Tempat tinggal mereka ini memang sangat sering dilewati kapal besar yang menjadi sumber penghasilan mereka dan juga ajang bermain.
“Jangan ada yang berubah.  Jika kita terlihat lebih sedih, kita telah kalah selangkah dari lawan.” –Hal.226

Sebuah surat perintah dari utusan gubernur membuat emosi orang kampong Manowa bergejolak. Pak Kapten yang digambarkan dengan seorang bapak tua dan suka mengutuk anak-anak nakal berwajah sangar. Pak Kapten yang tegas jelas menentang surat perintah tersebut. Menurutnya tanpa pelabuhan besar yang digembor-gemborkan tersebut, Manowa tetap bisa sejahtera dan bahagia.
Namun rupanya, uang menjadi alat penggerak yang paling cepat dan kejam. Pak Kapten disekap oleh orang-orang dibalik kecurangan tersebut. Di sinilah Za dan teman-temannya berjuang untuk menyelamatkan kampung mereka. Apalagi setelah terindikasi kepalsuan yang dilakukan oleh beberapa pihak.

“Banyak hal di dunia ini yang tidak kita tidak tahu jawaban pastinya. Mengapa shalat Magrib tiga rakaat, sementara shalat subuh dua rakaat. Mengapa ikan bisa berenang, sementara burung bisa terbang. Mengapa tidak dibalik saja. ikan-ikan beterbangan di angkasa, sementara burung menyalam di dalam air.” –hal. 58

Si Anak Badai tidak hanya menceritakan bagaimana lokalitas kampung Manowa dan kegiatan masyarkat di sana, tapi ada banyak aspek cerita yang diangkat dan membuat pembaca tertarik. Apalagi nilai religius yang diangkat juga menjadi sebuah pembelajaran bagi kita semua. Aktivitas mengaji yang menjadi budaya anak Manowa sekaligus pertanyaan tentang takdir dan Tuhan.

Novel ini tak kalah menarik dari serial anak Nusantara lainnya. Apalagi sisipan humor dan kepolosan seorang anak kecil menjadi penghiburnya. Pesan moral yang disajikan mudah ditangkap karena banyak dijelaskan secara gamblang.

Probolinggo, 8 Januari 2019
Agustin Handayani. Anggota FLP Probolinggo dan aktivis literasi kota


No comments:

Post a Comment

Resensi Novel Ikan Kecil

Radar Madura, 16 Maret 2020 Menerima Takdir dan Belajar Kesabaran dari Cobaan Judul               : Ikan Kecil Penulis...