Resensi Novel Beautiful Pain


Kabar Madura, 27 November 2019


Berdamai Dengan Luka

Judul                           : Beautiful Pain
Penulis                        : Nathalia Thedora
Penerbit                     : Gramedia Pustaka Utama  
Terbitan                     : Pertama, 2018
Tebal                          : 152 Halaman
ISBN                            : 978-602-03-9825-9
Persensi                     : Agustin Handayani


Beberapa orang percaya, bahwa luka yang paling parah bukan datang dari orang lain, tapi pada orang yang paling terdekat dan paling kita cintai. Luka dari merekalah yang akan sangat membekas dan menimbulkan dampak yang buruk. Entah hanya berupa rasa takut atau bahkan menjadi sebuah trauma mendalam. Seperti yang coba dikisahkan oleh Nathalia Thedora dalam novel ini. Sebuah luka yang permanen dari orang etrcinta.

 “Kalau cinta, seklise apa pun kedengerannya, akan menyadarkannya.” –hal. 129

Keira mencinta Lamon. Lelaki yang dikenalnya lewat sebuah kejadian yang jauh dari kata indah, bahkan mendekati mengerikan. Melihat seorang lelaki di bekalang kafe tengah berusaha menyayat lengan tangannya sendiri. Dari sana, Keira yang mengingat teman masa kecilnya, seakan berusaha menyembuhkan apa pun penyakit yang Lamon alami. Hingga sebuah cinta datang pada hati keduanya.

Lamon lelaki yang cerdas, lembut, dan penuh cinta. Ia bisa memperlakukan Keira dengan sangat hati-hati. Namun, semua menjadi berbalik saat Damon datang. Damon kasar, suka menyiksa dan  bahhkan sering menyakiti Keira. Hal yang selalu ditutupi oleh wanita itu.

“Atau mungkin lo lebih familier dengan istilah kepribadian ganda.” –hal. 119

Yang tidak semua orang tahu, Lamon dan Damon adalah satu orang yang hidup dengan kepribadian berbeda. Seperti yang diketahui bahwa kepribadina ganda adalah sebuah kepribadian yang terbentuk dari rasa takut yang berlebihan hingga mengahdilkan sebuah kepribadian yang kuat untuk melindungi sisi dirnya yang lemah.

Damon akan menjaga Lamon dari semua orang yang menyakitinya dengan cara yang kasar. Bahkan tentang Keira, Damon tidak ingin wanita itu mendekati Lamon hingga berusaha menyingkirkan Keira.

Penyakit ini memang sangat langka dialmai oleh orang pada umumnya. Pengobatanpun melalui banyak tahapan panjang yang memakan waktu. Beberapa hal tentang kepribadian dan ilmu psikologi dijabarkan dengan sangat renyah dalam karya ini. Sejuah ini, dengan ketenalan novel yang bisa dinikmati di waktu luang dan singat, novel ini berhasil memnacing pembaca ke sebuah pusaran rasa penasan sebelum membeikan sebuah kalimat yang mencengangkan. Semoga pembaca siap dengan alur yang pastinya mmebuat hati bergejolak..

Probolinggo, 17 Oktober 2019

Agustin Handayani. Seorang mahasiswa dan aktivis literasi daerah. Anggota FLP Probolinggo. 

Resensi Novel Arial Vs Helvetica


Doc. Kabar Madura, 25 November 2019

Harapan, Impian, dan Arti Perjuangan

Judul                       : Arial vs Helvetica
Penulis                   : Nisa Rahmah
Penerbit                 : Gramedia Pustaka Utama
Terbitan                 : Pertama, 2018
Tebal                      : 248 halaman
ISBN                       : 978-602-0382630
Peresensi               : Agustin Handayani


Dalam setiap desain grafis, apa pun bentuknya jelas memiliki nilai keindahan dan sebuah makna tersendiri. Seperti halnya dengan jenis huruf yang kita pakai di kehidupan sehari-hari di layar computer misalnya. Setiap jenisnya selalu membawa makna dan ciri khas yang disesuaikan dengan kegunaannya. Arial dan Helvetica adalah nama jenis font dalam layar komuter kita. Dalam novel ini, Arial dan Helvetica adalah sebuah karya yang menakjubkan dari seorang penulis Nisa Rahmah.
“Karena kebaikan akan terus datang pada hati yang membuka.” –Hal. 80
Helvetica adalah sebuah font yang sangat istimewa. Bukan hanya karena bentuknya yang indah dan sering digunakan dalam sebuah font hiasan. Namun, Helvetica terkesan lembut dan cantik. Harusnya nama itu tersemat pada gadis yang memiliki sifat serupa. Namun, nyatanya Helvy –nama panggilannya- adalah seorang gadis remaja yanga apatis pada harapan, dingin, dan memiliki banyak ketakutan dalam hidupnya. Akibat sebuah kejadian yang membuat sang ayah meninggal, Helvy mengalami trauma yang berkepanjangan. Trauma naik mobil, hujan, bahkan menarik diri dari pergaulan karena bekasnya yang permanen. Helvy yang dulunya sangat indan dan cantik, malah terkesan seperti font Chiller yang menakutkan.
“Yang mengatasi ketakutanmu, hanyalah dirimu sendiri.” –hal. 82
Berkebalikan dengan Helvy. Arial adalah lelaki dengan banyak ambisi untuk masa depannya. Pertemuan dengan Hellvy setelah beberapa tahun saling pergi menjauh membuat Arial penasaran pada perempuan itu. Apalagi dengan penampilan gadis itu yang semakin membuatnya tertarik dan semakin lama semakin mendapati banyak kenyataan yang membuatnya kaget dan tercengang. Selalu ada  bekas dari setiap luka, itulah yang Arial pahami.

Apalagi saat melihat bagaimana trauma itu membuat Helvy berubah sedemikian rupa. Dengan Arial, Helvy belajar bahwa manusia wajb memiliki harapan dan cita-cita. Karena dari harapan itu, mereka belajar untuk berjuang dan kerja keras untuk mencapainya.

Bagaimana kisah dua remaja yang di dalamnya memiliki konflik sendiri dalam hal harapan, cita-cita dan masa depan. Berusaha untuk mewujudkan sesuatu yang sudah mereka impikan untuk menjadi nyata dan berjuang untuk melawan segala ketakutan yang dapat menghambat langkahnya.

Novel ini mengusung tema remaja dengan keahlian non akademik setiap tokoh. Sebuah ambisi yang diperjuangkan setiap tokoh hanya sebagai pembuktian diri bahwa mereka memilih jalan yang sesuai. Bahwa sebesar apa pun cita-cita itu, mereka dapat menggapainya.

Kerja keras dan sifat percaya diri pada harapan mengajarkan kita bahwa kita hidup di atas harapan yang membuat langkah kita semakin maju ke depan untuk menjadikannya nyata. Lewat Arial dengan segala sifat kreatif dan perjuangannya untuk meraih apa yang dia suka, lewat Helvy yang berusaha menjadi manusia sewajarnya, menerima luka, dan kembali menaruh harapan pada setiap episode hidupnya.

Probolinggo, 17 Oktober 2019

Agustin Handayani. Anggota FLP Probolinggo




Resensi Novel Dimsum Terakhir


Kabar Madura, 5 November 2019


Kejujuran dan Toleransi pada Sesama

Judul               : Dimsum Terakhir
Penulis            : Clara Ng
Penerbit         : Gramedia Pustaka Utama
Terbitan         : Cetakan Kelima, 2019
Halaman         :  376 halaman
ISBN                : 9789792279528
Peresensi       : Agustin Handayani

“Selama ada harapan dan cinta, hidup akan berkeriap selama-lamanya.” Hal- 334

Dalam bahasa Kanton, Dimsum adalah makanan kecil yang menjadi makanan khas orang Cina. Sedangkan dalam novel ini, Dimsum Terakhir adalah sebuah kebiasaan bagi keluarga Nung Antasana sebelum menyembut perayaan Imlek. Mereka akan makan dimsum di pagi hari sebelum perayaan. Dalam novel ini, Clara Ng mengangkat kisah keluarga Tionghoa dengan segala polemic budaya dan kehidapan sosial pada zaman itu.

“Manusia adalah makhluk yang mempunyai daya tahan dan kekuatan luar biasa. Tapi kesepian adalah virus yang sungguh mematikan.” –Hal. 330

Nung Antasana dan keempat anak kembar perempuannya adalah keturunan Tionghoa. Setelah beberapa tahun anak-anak itu menginjak dewasa, masing-masing berpencar ke penjuru arah untuk menata masa depan masing-masing. Siska yang menjalankan perusahaannya di Singapura, Indah yang menjadi seorang wartawan sekaligus penulis di Jakarta, Rosi dengan kebun mawar di puncak, dan Novera yang menjadi guru TK. Keempat wanita itu harus kembali ke Jakarta karena mendapatkan sebuah kabar buruk tentang kesehatan sang ayah yang terserang stroke, bahkan sudah sekarat. Hanya tinggal waktu sampai maut menjemput.

Meski keempat gadis tersebut kembar, rupanya kepribadian masing-masing sangat jauh berbeda. Bagaikan empat mata angin yang saling membelakangi, tapi termasuk satu kesatuan. Setiap tokoh memiliki kegundahan, keputusasaan, rahasia dan juga ego yang tinggi.

“Dalam kegelapan, kita akan selalu percaya pada orang yang menyelamatkan kita. Jangan terlalu percaya pada apa yang kita lihat. Percayalah pada apa yang kamu rasakan.” –Hal. 157

Selain mengulik setiap permasalahan dan kegundahan hidup setiap tokoh, dalam novel ini juga sangat kental dengan kebudayaan Tionghoa dan segala perayaannya. Beberapa istilah dan kebiasaan saat merayakan imlek, bagaimana pada tahun itu orang Tionghoa merupakan kaum marginal yang dipandang sebelah mata, dan juga diskriminasi terang-terangan yang dialami oleh si kembar. Sisi ketuhanan juga diusung dalam novel ini yang dialami oleh Novera terkait kepercayaannya terhadap Tuhan dan bagaimana mencintai Tuhan yang seakan terus melindunginya di saat titik terendah.

Jika diibartakan, novel ini seperti kue lapis yang setiap lapisnya memiliki sesuatu yang menakjubkan dan penuh kejutan. Penulis seakan sudah mengatur kadar emosi cerita agar pembaca ikut hanyut di dalamnya.
Probolinggo, 21 September 2019


Agustin Handayani. Anggota FLP Probolinggo dan aktivis literasi daerah.


Resensi Novel You Really Got Me



Radar Cirebon, 23 November 2019
Doc. Faris Al Faris


Pengalaman, Luka, dan Logika Cinta


Judul                       : You Really Got Me
Penulis                   : Dewie Sekar
Penerbit                 : Gramedia Pustaka Utama
Terbitan                 : Pertama, 2019
Tebal                      : 352 halaman
ISBN                       : 978-602-06-3400-5
 Peresensi              : Agustin Handayani

Pengalaman adalah guru terbaik untuk pembelajaran. Baik pengalaman orang lain atau pribadi. Semuanya tetap memiliki inti sari dan amanat bagi yang mau menelaah dan mempelajari pengalaman yang dialaminya. Agar suatu kesalahan tidak terulang, agar sebuah luka tidak terus berkubang, dan kesedihan tidak melulu membuat berkabung.

Dalam novel ini, Dewie Sekar mengenalkan pembaca pada sosok perempuan mandiri dan cantik bernama Prisna. Perempuan yang cukup menarik, kuat, dengan hijab yang selalu membungkus kepalanya. Kesibukan sehari-hari setelah lulus kuliahnya adalah membuka sebuah resto kecil yang menjual makanan khas Surabaya. Semua tampak sempurna pada seorang bernama Krina itu, kecuali kisah cintanya yang memiliki banyak kisah pahit.

Pengalaman kisah cintanya dengan Fazim –lelaki dan pacar pertamanya di kampus- yang buruk membuatnya sedikit apatis dan takut untuk kembali jatuh cinta. Belum lagi, jauh sebelum kisah dengan Fazim, ada sosok ayah dengan rasa tanggung jawab rendah. Tidak ada keluarga yang harmonis dalam kehidupannya. Sang ayah adalah sosok lelaki yang suka berpoligami dengan sifat yang buruk. Cukup dua pengalaman dalam hidupnya hingga membuat Prisna menjadi sosok yang mandiri dan tidak ingin bergantung pada lelaki.
“Mungkinkah seorang wanita bisa tak berhenti mencintai, meski telah diperlakukan dengan buruk oleh pria yang dicintainya.” –Hal. 199
Hingga dia mengenal lelaki yang tak lain adalah sepupu Lorenzo, Putra. Lelaki mapan dengan sifat yang mampu membuat siapa pun jatuh cinta, terutama Prisna. Ia mulai jatuh cinta dan memberikan kode-kode untuk lelaki itu, mulai dari kode kecil hingga kode keras.  Namun tetap saja, tidak ada lampu hijau dari hubungan mereka. Seakan diam di tempat.

Putra bukan lelaki sempurna dengan gambaran tanpa cela. Putra bisa dikatakan lelaki yang kurang gesit dalam bertindak, miskin ekspresi, dan pembohong yang ulung. Terbukti dengan bagaimana Putra bisa membuat Prisna seperti laying-layang yang seenaknya diulur dan ditarik sesukanya.
 “Jangan pernah nikah sama laki-laki karena kasihan atau karena kamu nggak tega nolak.” –Hal. 212
Satu hal yang diajarkan oleh ibunya pada Prisna bahwa cinta itu bukan simpati atau empati di mana seseorang tidak akan tega membuat orang lain terluka. Justru cinta adalah saat seseorang berani melukai untuk kebaikan bersama. Meski Prisna tidak berasal dari keluarga yang harmonis seperti impiannya, bukan berarti ia tidak ingin berkeluarga.

Pengalaman benar-benar membuatnya matang dalam mengelola hati dan masalah. Tidak selalu logika menurun saat hati dalam suhu naik. Mereka harus sejajar dan seimbang untuk menelaah apa pun yang ada.

Novel ini penuh logika tentang cinta. Meski seorang Prisna mencintai Putra, tetap saja penulis seakan memberikan pilihan dengan penuh logika dan realistis. Tentang bagaimana seseorang harus bersikap pada orang yang dicintainya, pengorbanan apa yang harus dilakukan, dan bagaimana cara mengalah saat kita mulai kalah.

Dalam novel ini pula, kita diajarkan untuk bersikap tanggung jawab dengan apa pun yang kita mulai. Novel yang sangat cocok untuk kalangan dewasa muda dan mereka yang butuh perkenalan cinta.

Probolinggo, 20 November 2019

Agustin Handayani. FLP Probolinggo dan Aktivis literasi kota.


Resensi Novel Ikan Kecil

Radar Madura, 16 Maret 2020 Menerima Takdir dan Belajar Kesabaran dari Cobaan Judul               : Ikan Kecil Penulis...