Gugur Kamboja



Yani, Just it

Gbur... Gbur... Gbur...

Bumi lagi-lagi tergores. Tepat saat sang Baskara di atas kepala, semua pening. Hati terasa sekali goresan ilahi.
"Besok... Besok... Besok..." rapalku dengan guyuran tangis di samping kamboja. Merapalkan kata yang entah bermakna apa.
Aku menatap lagi ke arah sang rembulan. Diam, tenang dengan seulas senyum.
"Mandikan, wudhukan, dan pakaikan dia kerudung!" titah seorang Ustadzah tepat di belakangku.
Lagi lagi aku membatu. Aku percaya hidup. Ada perkenalan dan perpisahan. Ada lahir, hidup, dan akhirnya kembali pada-Nya. Namun, rasa ikhlas kadang memerlukan usaha. Menerima takdir tanpa tangis adalah usaha yang aku coba.
"Dekatkan saja dengan adek," pinta Paman yang terlihat tabah di luar. Sepintas memang dia terlihat baik-baik saja. Bahkan tersenyum saat para tamu menyapa. Akan tetapi, aku masih bisa melihat sisa-sisa genangan air mata di pelupuknya.
Aku masih mematung. Di pojok rumah dekat gerbang, ada Kakak. Menyapa tamu dengan ramahnya. Namun aku tahu hatinya marah. Tangan yang terkepal dengan raut wajah merah, ia menderita dalam emosi.
"Semoga amal ibadahnya diterima dan diletakkan di surga-Nya. Amin," pintaku seraya disambut dengan bisikan Ayat Kursi tepat di telinga kanannya.
Ini akhirnya.
Perjalanan seakan berat. Bunga-bunga yang menguar bau sedap disepanjang ucapan Tahlil. Meniti setiap jejak kenangan antara aku dan dia.
Ini adalah akhirnya. Sebuah akhir dari cerita. Tujuannya sudah sampai. Mendahului tetua yang bungkuk atau si kecil yang hanya bisa menangis. Dia lelah dan memilih beristirahat.
"Besok, hidup kakak akan beda," ujar Kakak pelan.
Aku tergugu. Tersedak tangis yang datang lagi.
Gbur... Gbur... Gbur...
Bumi kembali ditutup. Sang rembulan yang aku sayang pun kembali pada Buminya. Semua doa dilantunkan dengan syahdu.
Di samping kanan, setangkai kamboja jatuh tepat di atas gundukan sore ini. Gugur kamboja bersama dengan tangis yang meluruh.
Hari ini, hati teruji kembali. Ikhlas melepaskan hal demi kebaikan.
Doa kami sebagai pengantar perjalanannya menuju peristirahatan.

Prb. 13 08 2018

Cat. Kaki
Adek (bhs jawa) : Adik


Kue-Kue Kasih Sayang



Foto By. Group KSN

Yani, Just it

Tepat hari ini keluarga KSN sedang sibuk di dapur Hayday. Nenek Sutianah yang memeras susu sapi, Fitri Niswani yang memanen gandum, Yuanda Isha sedang mengambil beberapa telur di peternakan. Sedangkan Ellis dan Jumhari bertugas menghitung pengeluaran belanja semalam. Semua orang hilir mudik untuk menyiapkan pesta besar hari ini. Sedangkan aku? Aku berada di depan kompor dan bertugas membuat masakan pembuka.

"Nduk, kamu buat apa?"
Aku terperanjat. Hampir saja aku melempar piring tepat ke wajah orang tersebut. Tanpa hujan dan angin, kak Fitri sudah berada di belakangku sembari memperhatikan isi wajan.

"Aku buat nasi goreng, kak," jawabku mantap.

Tampak Kak Fitri yang memandang ngeri pada 'nasi goreng'  buatanku.

"Kamu yakin ini nasi goreng?" tanyanya yang langsung aku angguki dengan cepat.

Tampak Kak Fitri menghela napas pelan, "baiklah. Berdoa saja Kakek Jon nggak akan keracunan setelah makan nasi gorengmu."

Aku menggaruk kepala belakangku bingung. Memangnya ada yang salah dengan nasi goreng buatanku? Sepertinya tidak, pikirku tak yakin.

"Nduk, setelah masak bantuin Kakak buat kue, ya!" teriak Kak Yuan dari arah peternakan.

Baiklah. Keluarga KSN memang sangat megah. Banyak sekali peternakan yang berjejer di halaman belakang. Peternakan sapi, ayam, bahkan babi. Dan hari ini semua hewan tersebut harus segera diternak untuk dibuat pesta kelahiran Kakek Jon.

"Nduk, tahu bedanya tepung ini?" Kak Ell yang tadi sibuk dengan uangnya kini nampak memegang 2 jenis tepung di kedua tangannya.

Lagi. Aku menggaruk kepalaku.

"Ngh... Yang kanan itu terigu dan yang kiri itu kanji, kak," jawabku ragu. Sial. Aku tidak hapal jenis-jenis tepung. Memangnya apa gunanya jenis-jenis tepung jika sama-sama berwarna putih dan halus? Sama saja.

Dengan semangat semua keluarga mulai mengaduk adonan masing-masing. Nenek sudah berhasil membuat beberapa kue dan spageti untuk hidangan tamu. Kak Fitri yang hanya bisa masak makanan berkuah hadir dengan mie kuahnya. Sedangkan kak Yuan dan kak Ellis datang dengan nghh... Kue yang katanya kue tart.

Kak Jumhari yang tepatnya seorang lelaki tunggal di dapur segera keluar dan bertugas mengundang beberapa tamu agar ikut dalam pesta meriah hari ini.

Semakin sore, semua tamu sudah berdatangan. Ada yang menggandeng pasangan, anak, bahkan keluarganya. Akan tetapi, banyak juga yang hanya menggandeng tangannya sendiri seperti Eyang Guntur, Mbah Sang Fakir, Kak Nana, Sherrly, dan Akang Dhiaz.

Tepat pukul 19.00 waktu bagian Indonesia pelosok, Kakek turun dari kayangan, eh salah ding. Kakek turun dari tangga dengan sarung yang ia selempangkan di bahu.

Sambutan oleh beberapa teman dan keluarga hingga acara potong kue dan doa. Kakek memejamkan matanya erat, seakan bila mata itu terbuka maka setan yang akan berada di depannya.

"Aku harap ada bidadari keseleo yang jatuh tepat di depanku," pinta Kakek dengan sangat keras

Bruk.

Budadari keseleo benar-benar jatuh.

Putri Aditya dengan wajah polosnya tersenyum ke arah kakek Jon yang sudah merapalkan doa amit-amit.

"Mas Jon, aku padamu!"
Dan aksi India benar-benar terjadi di dalam ruang tamu KSN. Kakek terus berlari saat Kak Putri tiada lelah mengejarnya mengitari ruang tamu ini.

Saat semua tamu tertawa dengan geli, mungkin aku hanya satu-satunya orang yang melongo kaget. Tidak terima dengan hal itu, aku langsung menghadang Kakek Jon dan menarik tangannya ke arah deretan masakan keluarga.

Dengan percaya dirinya, aku mengambil piring dan menyodorkan hasil masakanku pada Kakek.

"Ini nasi goreng kasih sayang dari adekmu," ucapku sambil menyendok nasi tersebut, bersiap menyuap Kakek.

"Bentar, Nduk," ucap Kakek menahan sendok tersebut.

"Kamu buat nasi goreng apa beras goreng?"

"Hah?"

Belum aku mengeluarkan jawaban, Kak Fitri datang dengan masakan berkuahnya.

"Mas Jon ini masakan berkuah yang aku buat spesial."

"Dek Fit, mie kuah nggak bisa dikatakan masakan. Nggak usah ulang tahun, aku sering makan mie kuah," gerutu Kakek Kesal. Kakek mengalihkan pandangannya ke samping kanan di mana Kak Yuan dan Kak Ell tengah mengedipkan mata seakan berkata 'ini masakan yang bener'.

Dengan bibir yang tersenyum merekah, Kakek langsung menghampiri mereka dan tanpa aba-aba mencolek kue ukurang besar tersebut.

"Byahhh."
Kakek segera memuntahkan makanannya dan memandang Kak Yuan serta Kak Ell dengan padangan horor.

"Kalian buat kue atau buat lem sih?"

"Kamu menghina saya? Saya buat kue ini khusus kamu. Saya sudah beli tepung kanji yang banyak biar kue ini bisa ngembang," jelas Kak Yuan yang merasa tersinggung dengan muntahan Kakek.

"Ini mereka lagi ngerjain aku, kan?" Batin Kakek ngenes.

Tidak ada hadiah yang 'benar' dari keluarganya. Tidak juga dengan doanya yang mendapatkan hadiah 'salah'. Ulang tahunnya kali ini adalah hari paling ngenes se-dunia baginya.

"Kakek!" Aku memegang bahu kakek pelan. Memberi sebuah senyum termanis yang diharapkan bisa menular untuk Kakek.

"Tiada hadiah terbaik dari kami untuk hari kelahiranmu. Tidak kak Putri dengan hadiahnya, Aku dengan beras goreng, Kak Fitri dengan mie kuah, maupun kak Ell dan Kak Yuan yang membuat kue lem."

Detik berikutnya yang sudah sesuai dengan skenario, Eyang Guntur mulai membacakan sebuah puisi yang berkolaborasi dengan Embah Sang Fakir.

Setelah mereka selesai dengan puisinya, aku segera melanjutkan ucapanku.

"Aku tahu Kakek tak suka aksara panjang. Maka kami, secara langsung tanpa bertele-tele lagi, kami keluarga KSN  hanya bisa berdoa semoga yang terbaik untuk Kakek ke depannya."

"Barakallah fii Umrik, Kakek."
"Doa terbaik untukmu."
"Sehat selalu."
"Bahagia selalu."

"Dan ingatlah, Kek. Doa kami tak pernah sehancur makanan buatan kami."


Malam itu, semua makanan utuh di atas meja seakan menjadi saksi bisu bahwa dalam sebuah pesta, mereka tak membutuhkan makanan. Tapi doa dan saling berbagi bahagia.

"Sial, Mbah. Aku kelaperan," umpat Eyang Guntur.

"Podo, Eyang. Aku yo ra mangan dek omah ben iso gratisan dek kene," timpal si embah Sang Fakir

"Makan ae kalo kalian mau keracunan,"  selaku pada Eyang dan Embah yang langsung mengumpat bersamaan.
Aku terkikik dengan hancurnya pesta malam ini namun jejak kasih sayangnya menempel erat di dada.

Ini bukan cerita, baik itu cermin atau cerpen. Ini hanya sebuah khayalan seorang gadis yang gagal membuat puisi dan beralih ke cerita absurd ini. Apapun itu, baik buruknya tulisan ini, tetap terselip doa paling tulus dari adekmu, Kek. Dari keluarga KSN pada Kakek Jon yang paling kami sayang

Sukses dan bahagia selalu, Kakek

Prb. 10 Agustus 2018
(Pukul. 00.00 tepat pergantian umur Kakek tercinta, Jon)



Kisah Keluarga Angsa




Yani, Just it

Pada zaman dahulu, hiduplah segerombolan angsa yang mengatasnamakan mereka sebagai 'keluarga'. Susah senang, hujan badai mereka akan lalu bersama. Terbang ke sana ke mari bersama dan memenuhi sungai 'surga' di dekat Gunung Bromo.

Banyak hewan yang memandang iri pada mereka, terutama angsa-angsa hitam. Sekawanan angsa hitam itu pun mulai mencari cara untuk memisahkan keluarga angsa putih. Mereka mulai membuat cerita-cerita palsu, mangadu domba agar angsa-angsa putih tadi terpecah belah.

"Saya tidak percaya jika keluarga saya seperti itu!" Bantah tegas Angsa E, angsa paling kecil di gerombolan tersebut.

"Mereka ingin menyingkirkan Angsa C karena Angsa C sering berbuat salah," ucap salah satu Angsa hitam saat melihat angsa C sendirian mencari makan.

"Tidak mungkin." Angsa C rupanya juga sangat sulit untuk diadu domba.

Begitupun dengan Angsa A, B, dan D. Mereka tidak ada yang percaya dengan ucapan pihak lain kecuali keluarganya sendiri.

"Ketahuilah, semakin kamu berkata dan menguji kekeluargaan kami, maka kami akan semakin erat dan semakin tak terpisahkan. Karena kami memiliki prinsip dimana 'bersama, kami kuat'. Jadi, jangan buang-buang waktu dengan mengusik keluarga kami."

"Betul. Sikapmu malah seperti kekurangan kebahagiaan. Kamu seperti kompas yang hilang jarum arahnya," timpal Angsa B, Angsa tertua kedua setelah angsa A.

Kunci dari kekeluargaan mereka adalah saling percaya dan terbuka. Tidak ada rahasia yang ditutupi oleh salah satu pihak. Satu sakit, semua juga. Dan saat beberapa pihak senang, maka menularlah kesenangan tersebut. Hingga saat ini, Sekawanan angsa tersebut sering dipanggil Keluarga Angsa dari Surga. Simbol kekeluargaan murni dan suci dimana tidak akan goyah meski diterjang badai.


Tamat
Inspirasi kisah sehari ini dan Patung Angsa di Alun-Alun Kota.
Probolinggo, 12 08 201


Resensi Novel Ikan Kecil

Radar Madura, 16 Maret 2020 Menerima Takdir dan Belajar Kesabaran dari Cobaan Judul               : Ikan Kecil Penulis...