Bunda, Siapa Ayahku?

Hasil gambar untuk Ayah


Karya. Yani

Sebenarnya aku hanya seorang gadis yang lahir pada sebuah rahim wanita hebat, sama seperti mereka. Aku pun pernah merasakan manis dan asinnya ASI yang selalu kuminum setiap hari kala aku kecil. Aku pun pernah merasakan pelukan seorang ibu kala aku butuh kasih sayang, namun hanya sebatas itu.
Aku seorang gadis yang belum mengenal Ayah. Setiap hari selalu kubertanya, apa Ayah itu, Bun?. Namun sebuah isakan kecil yang aku terima. Semakin hari, aku semakin penasaran. Apakah Ayah itu adalah sesuatu yang selalu membelikanku boneka? Jika ia, maka Bunda adalah ayah. Bunda selalu memberikanku boneka saat hari ulang tahun.
Atau, Ayah adalah orang yang selalu mengantarkanku ke sekolah? Berarti Pak Sum adalaha ayahku. Beliau selalu mengantarkanku ke sekolah setiap hari. Bahkan dia juga menjemputku. Tapi aku tahu, dia bukan ayah.
Yang aku tahu, Ayah adalah gambaran pada kertas gambar yang selalu kalian coret saat menceritakan sebuah keluarga. Ada anak, Ibu dan satu lagi yang sering kalian panggil dengan sebutan Ayah.
“Silahkan ceritakan keluarga kalian!” perintah Bu Rukmini yang menjadi guru TK-ku kala itu.
Aku masih ingat jawaban apa yang aku katakan tanpa terkecuali.
“Aku punya Bunda. Bunda dan aku, hanya itu. Aku belum tahu siapa Ayahku, karena Bunda berkata bisa jadi Ayah.”
Sorakan dan ejekan masih panas di telingaku. Puluhan kata hinaan mampu tertangkap oleh telinga.
“Anak haram. “
“Anak sundal.”
Aku tak tahu arti semua kata itu. Hingga aku tanya pada Bunda pada malam harinya.
“Bunda, Kenapa aku tak punya Ayah?”
Bunda diam. Dapat kutangkap gelagatnya yang tak nyaman dengan pertanyaanku. Namun kali ini aku tak mau menyerah. Aku harus mendapatkan jawaban agar aku tahu apa itu Ayah dan siapa Ayahku.
“Kenapa Yani bertanya Ayah lagi? Kan Bunda sudah bilang, Bunda bisa jadi Ayah buat Yani,” ucap Bunda lembut sambil mengelus pipiku yang dulunya masih cubby.
Aku menggeleng, “Ayah itu laki-laki seperti Vito. Dia bercelana dan berambut pendek. Kata temen tadi siang, Yani anak haram. Apa anak haram itu Bunda?” tanyaku sambil mengadu masala tadi pagi.
Tak ada jawaban. Bunda hanya menyuruhku lekas tidur karena esok harinya masih harus berangkat sekolah.
Semua seakan masih segar dalam ingatanku. Kini aku bukan lagi bocah yang selalu merengek dan bertanya tentang sosok Ayah lagi. Bahkan mungkin aku sudah tak peduli dengan sosok yang dulunya selalu aku dambakan.
Kini aku adalah gadis yang telah mengerti arti tentang ejekan dan hinaan teman-teman kala itu. Bahkan gunjingan tetangga masih dapat aku dengar hingga saat ini. Mereka selalu bergerombol dan bersuara dengan keras untuk menyindir Bunda yang kebetulan lewat di depan mereka. Tak punya hati, itu pikiranku kala itu.
“Selingkuhan yang melahirkan anak haram,”
“Sundal yang tak pantas dikasihani,”
“Simpanan pejabat korup,”
Cukup! Dengan segera aku berlalu masuk ke rumah. Aku sudah tau asal-usul kelahiranku. Bukan hanya Bunda yang menanggung malu, aku pun begitu. Hinaan it uterus mengikuti langkahku, bahkan hingga di sekolah.
Kini aku mengerti siapa aku dan ibuku dimata masyarakat. Tak lain dan tak bukan hanya keluarga sundal. Bagi Ayah yang tak pernah aku kenal, aku tahu siapa dia. Hanya seorang pejabant korup yang kini menjadi tahanan NAPI.


Selesai.

Salam Hangat, Nay.

Resensi Kumpulan Cerita dalam Ekspedisi Mencari Cewek Idaman

Hasil gambar untuk Ekspedisi mencari cewek idaman


Terenyuh dengan Ekspedisi Mencari Cewek Idaman

Judul                           : Ekspedisi Mencari Cewek Idaman
Penulis                        : Dyah Ayu Kinanti, dkk
Jumlah Halaman        : 219 halaman
Tahun terbit              : 2012
Penerbit                     : Diva Press

Eksepedisi mencari cewek idaman, pemahaman pertama kali yang muncul mungkin tentang usaha bagaiman seorang jomblo yang berusaha mencari pacar atau pasangannya. Itu hanya pandangan awal melihat jdul buku tersebut. Setelah beberapa cerita yang tlah aku baca, dalam buku ini bukan hanya bercerita tentang usaha seoang jomblo, namun juga kisah sepasang kekasih.
Uniknya dalam cerita ini adalah jurus gombalannya yang benar-benar bisa membuat kita tersenyum bahkan klepek-klepek dengan gombalannya. Semua kisah dalam cerita ini memang berisi gombalan receh, namun tetap mengandung amanat yang tersirat di setiap cerita.
“Hiduplah dengan cinta, tapi jangan sampai menjadi budak cinta.” Hal. 17
Kutipan itu adalah kisah pertama dalam kumpulan cerita tersebut. Dengan judul ‘Ekspedisi Mencari Cewek Idaman’ yang berkisah tentang lelaki Toying dalam mencari kekasih dengan jurus gombal yang diajarkan oleh kakeknya. Kisah pertama yang juga dijadikan sebagai judul buku tersebut menjadi awal sebuah kisah Roman-komedi yang terlampau gokil.
Dilanjut dengan kisah berikutnya yang berjudul, ‘Gombal Galau’, yang menceritakan tentang Mia, seorang perempuan yang memiliki kisah yang lumayan menguras emosi lantaran kekasihnya sangat suka mengeluarkan jurus gombal ke semua wanita. Bahkan dengan sangat tidak tahu malunya, lelaki itu mengatakan menyukai semua wanita termasuk Empok warung.
“Cinta emang bikin galau,” ujar Nyak Somsom mulai berorasi “Tapi nggak pantes kite galau gara-gara cowok brengsek. Tul, Nggak?”(hal. 32)
Itu hanya beberapa kisah yang dapat dijabarkan dari 15 kisah lainnya. Buku ini sangat bagus untuk semua kalangan remaja terutama yang suka gombal atau menyukai kisah roman-komedi. Sekali membaca buku ini mungkin kita akan seperti orang gila yang bisa tertawa sendiri, gregetan, bahkan mengumpat tak jelas dengan tingkah para tokoh dalam cerita.

Akhir kata hanya itu yang dapat saya review untuk buku kedua yang masuk dalam kantong Resensi kali ini. Jangan lupa Ikuti terus review berikutnya pada lain waktu.

Salam Hangat, Yani



Ceritaku pada Pemuda Surga

Gambar terkait
(Gambar dari net.)

Semua masih segar dalam ingatanku. Tak terkecuali. Seakan memutar kaset usang yang selalu kuputar berulang kali tanpa kata henti dan juga bosan. Kali ini kuputar kembali bukan dengan air mata seperti yang lalu, namun sebuah senyum terbit sebagai tanda pelepas rindu.
Tanah ini bahkan sudah dipenuhi ilalang liar yang tanpa izin menyelimuti gundukan tanah sejak lima tahun silam. Sejak terbaring sebuah jasad yang pernah kusayang dan hingga kali ini selalu kukenang.
“Manusia akan kembali ke pencipta-Nya. Kita di sini hanya untuk berpulang,” ucapmu kala itu masih terngiang dengan sangat jelas dalam pikiranku.
Aku ingat, saat itu aku hanya tersenyum. Mengaggapnya hanya sebuah ucapan receh pemuda yang baru saja belajar agama islam di sekolah.
“Lalu apa tujuanmu?” tanyaku
“Aku ingin ke Surga,” jawabmu dengan penuh semangat.
Bahkan kornea matamu memancarkan sinar yang entah mengapa menurutku kala itu sangat indah dan bercahaya. Aku mengangguk paham. Berpikir memang semua manusia mencitakan surga sebagai tempat peristirahatnya yang terakhir. Tak ada yang aneh menurutku kala itu.
Semua tetap berjalan dengan semestinya. Berkenalan denganmu adalah hal yang belum aku pikirkan dalam hidupku. Itu semua di luar keinginanku. Hanya saja, semesta dengan ajaibnya memperkenalakan kita dalam sebuah ketidaksengajaan. Kita berpasangan dalam sebah urusan yang tak memungkinkan kita untuk bersama.
“Aku nggak mau kerja sama dengan kamu,” ucapku tegas dengan nada yang sanagt sebal. Bagaimana tak sebal saat harus berpasangan dengan orang asing.
“Oke. Biar aku saja yang mengerjakannya. Kamu terima jadi,” ucapmu dengan nada lembut tanpa merasa tersinggung dengan penolakanku.
Keegoisan kala itu tetap menyambutku, namun entah dari mana hilang dan tergantikan rasa luluh atas segala kesabaranmu. Hingga sebuah kebiasaan baru muncul, aku mulai mengadalkanmu. Pada setiap kesempatan, kamu harus selalu ada di depanku.
“Bagaimana jika aku tak ada, pada siapa lagi kamu akan bersandar?”
Aku diam. Menimang jawaban yang harus aku berikan.
“Aku akan ikut tiada,” ujarku singkat. Tak berpikir apa arti jawabanku. Yang aku tahu hanya aku akan selalu ikut kemanapun kamu pergi.
“Bersandarlah pada Tuhan. Aku nggak bisa selalu ada, dan kamu nggak bisa selalu mengikutiku.”
Diamnya aku kala mendengar jawabanmu mungkin sebagai tanda bahwa aku kalah berdebat denganmu. Namun lebih dari itu, satu pemahamanku muncul, aku harus mengenal tuhanku dan bersandar padanya. Aku juga selalu berdoa semoga Tuhan selalu menjadikan kamu sandaran setelah penciptaku.
Namun itu sangat singkat sejak aku berdoa. Tuhan menjawab doaku. Seharusnya aku senang bila jawaban itu adalah sebuah jawaban yang menggembirakan, namun jawaban itu adalah jawaban yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Tuhan seakan berkata ‘Selamat Datang’ padamu. Tuhan ajak dirimu melangkah terlebih dahulu pada cita-cita yang selalu kau ucapkan.
Bahkan masih kuingat pada setiap rembesan darah di kemeja putih itu. Seharusnya kau kesakitan karena aku yakin luka itu bukan luka gores silet seperti biasanya. Itu adalah luka yang cukup panjang hingga sanggup membuatmu memuntahkan darah itu berkali-kali. Namun, kau tersenyum. Mengusap pipiku dengan sangat lembut meski berlumuran darah. Membisikkan kata-kata cinta yang seharusnya aku ucapkan padamu. Namun aku tahu, lidahku sudah teramat kelu untuk berkata.
“Aku tunggu kamu di Surga.”
Itu kalimat terakhirmu yang aku barengi dengan isakan kencang. Sebuah pelukan pun tak dapat aku berikan sebagai hadiah terakhir untuk segala cinta yang kau berikan. Bahkan aku tak dapat membalas ajakan indahmu saat itu. Hanya menangis dan memangis yang dapat mata ini lakukan.
“Jangan pergi, sayang. Aku tak bisa menggapaimu bila kamu di surga.”
Itu hanya kata-kataku lima tahun silam. Kini aku tahu, aku bisa menggapaimu. Aku bisa menyentuhmu dalam doa-doa yang selalu aku panjatkan saat bersujud pada Tuhan. Meminta dengan sepenuh hati agar dapat bersamamu dalam satu tempat yang indah. Membangun rumah dalam surga, itu mimpiku.
Aku tabur lagi bunga terakhir yang kugenggam. Mengusap nisan itu terakhir kalinya sebelum aku harus pergi dan melanjutkan perjalananku. Langit mungkin tak terbatas, terlampau luas dan tinggi. Begitupun dengan doaku padamu. Semoga di kehidupan kedua, kita dapat lebih lama bersama dan bertemu dengan Maha Kekal. Kisahmu selalu aku hidupkan dalam peradapan dan terselimut cinta kasih yang halal.

Seelsai.

Pemuda Penunggu Senja

Gambar terkait
Karya. Agustin Handayani 

Dia selalu di sini. Duduk tepat di bawah rona merah dan jingga bertemu. Di atas hamparan lautan yang luas. Ia duduk bersila dengan pandangan menatang langit. Bola matanya sangat tajam, dengan bingkainya yang bulat. Ia selalu diam disaat-saat terakhir senja. Menunggu dalam diam tanpa gerak sama sekali. Seakan menunggu masa peralihan langit menjadi gelap. Dari samping, pemuda itu terlihat sangat tampan. Pahatan wajahnya yang sempurna. Aku selalu berandai, andai aku bisa menatap pemuda itu dari samping, merengkuh wajah itu ke dalam kedua tanganku. Meski kadang pikiranku bertanya-tanya, siapa pemuda itu dan mengapa pemuda itu di sana?
“Dia selalu seperti itu sejak kekasihnya menghilang.”
Aku ingat. Salah satu teman kostku pernah membicarakan lelaki itu saat tak sengaja kami bersama ke tempat ini. Katanya, dulu dia adalah lelaki yang periang dan selalu tersenyum kepada siapa pun yang menyapanya. Dia juga pemuda yang  tampan di desa ini. Hanya saja, sejak dua tahun yang lalu, dimulai saat kekasih yang sebulan lagi akan menjadi isterinya pergi. Wanita itu pergi ke arah barat dengan lelaki pelayar dari pulau seberang. Padahal menurut berita yang didengar, mereka sudah lama menjalain kasih hingga akan mengakhiri hubungannya dalam sebuah iktan halal. Namun manusia tak pernah merasa puas dan mudah tergoda dengan sesuatu yang lebih sempurna. Waniat itu terpikat pada seorang pelayar yang lebih kaya dan memutuskan pergi meninggalkan pemuda itu. Sejak itu, pemuda yang ditinggal calon isterinya itu menjadi pendiam dan terpuruk. Menutup diri dan tak pernah bertegur sapa dengan penduduk. Seakan pusat dirinya sudah hilang tersedot black hole.
Aku sudah sejak beberapa bulan menatapnya. Sejak aku mulai hidup mandiri dan jauh dari kedua orang tuaku. Setiap senja, aku selalu ke tempat ini. Menatap persatuan rona jingga dan merah itu. mengabadikan semuanya dalam sebuah lensa yang aku bawa. Sebenarnya bukan hanya itu maksudku. Aku tak hanya mengabadikan senja, namun aku juga mengabadikan pemuda yang aku juluki “Pemuda senja”. Sesekali aku mencuri pandang padanya yang tak pernah bereaksi. Dia datang saat waktu Ashar dan pulang saat Magrib berkumandang.
Pernah sekali waktu aku mencoba mendekatinya. Namun seperti yang pernah orang bilang. Bagaikan berdekatan dengan batu, diam tak bergerak. Dia hanya bernapas tanpa bergerak. Tak pernah tertangkap mencuri pandang ke arah mana pun seperti pemuda lainnya. Sempat juga berpikir mungkin aku tak menarik untuknya. Namun semua itu segar kutepis saat ia pun tak merespon wanita yang terang-terangan berada di depannya. Wanita berbikini yang melenggak-lenggok itu bahkan tak pernah berhasil mengalihkan tatapan menantang itu.
“Kamu menyukainya?” tanya salah satu teman sekamarku saat kami tengah bersama.
 Aku diam. Menghentikan segala aktivitasku tentang laporan-laporan penelitian yang harus aku kumpulkan esok. Sedari tadi otakku sudah berpusat pada berlembar-lembar laporan dan juga ratusan huruf yang tertata dalam laptop kecilku. Kini saatnya aku mengistirahatkan pikiran sejenak.
“Aku hanya penasaran,” jawabku sekenanya.
Memang benar. Aku hanya penasaran pada pemuda itu. ingin sekali kuberbincang dengannya dan tertawa bila dimungkinkan. Hanya saja mungkin aku harus menanam keberanian dan percaya diri yang lebih lagi. Karena selama ini, bahkan dia belum pernah menyadari bahwa aku sering mantapnya dengan penuh minat.
“Jangan sampai rasa penasaranmu menjadi rasa suka. Suatu saat dia pasti akan pergi menyusul wanitanya,” saran teman sekamarku itu sama sekali tak aku gubris.
Aku masih menatap kosong keluar jendelaku, menatap pada ilalang yang telah tumbuh tinggi di halaman rumah. Tanah cokelat itu bahkan tak pernah aku lihat lagi. Sudah tertutupi lebatnya ilalang. Mungkin nanti akan aku cabut ilalang tersebut setelah aku bertemu dengan pemuda itu. jadi seharusnya aku memikirkan cara mendekati pemuda itu sebelum berpikir kapan akan mencabut ilalang.
Dengan keberanian yang sudah aku susun sejak beberapa hari, aku mulai melangkah dengan pasti mendekati pemuda yang masih duduk di tempat yang sama. Di atas laut tepat di bawah pertemuan jingga dan merah. Kini dia memakai kaos jingga yang sangat kontras dengan langit. Tatapannya masih tajam ke arah barat, menantang lagit yang kini menenggelamkan surya.
Aku hanya duduk di sampingnya dengan diam. Tak berniat menimbulkan gerakan sedikit pun. Meski bibirku gatal ingin bertanya lebih. Untuk hari ini, biar aku diam dulu. Mungki besok akan ada perkembangan yang berarti.
Sudah beberapa kali begini. Kira-kira sudah tiga bulan aku hanya menemaninya dalam diam. Dan dia pergi saat suara panggilan sholat berkumandang, meninggalkan aku sendiri dalam sebuah kesunyian. Aku bosan juga sebenarnya. Namun bertahan untuk memetik hasil yang indah, mungkin.
Kali ini musim hujan. Sudah beberapa kali aku gagal melihat senja dan berakhir dengan basah kuyup. Namun aku dan pemuda itu tak jera. Masih menggu senja datang meski kecil peluangnya.
“Pakai ini,” ujar sebuah suara yang benar-benar membuatku kaget.
Kutolehkan ke arah samping dan mendapati pemuda senja itu mengulurkan jaket denimnya. Matanya tetap tajam hingga aku mengambil jaket tersebut.
“Terima kasih,” ucapku kaku. Masih cukup terkejud dengan tingkahnya yang tiba-tiba. Sempat terbersit sedikit harapan ke depannya. Mungkin aku bisa menggenggam tangannya dan beralih ke hatinya. Meski saat ini hanya jaket yang ia berikan, namun aku tahu ada masanya semua akan berkembang.
Hingga aku sadar. Masa juga bisa membuat waktu berhenti dan menghancurkan asa yang sudah tertumpuk dalam angan. Pemuda senja itu masih berada di tempat yang sama saat aku datang. Tak ada yang berubah. Kecuali seorang wanita dengan rambut sebahu yang tengah memeluknya dengan erat. Seperti meluapkan segala kerinduan yang menumpuk.
Aku diam. Samar-samar aku mendengar percakapan para nelayan yang melintas.
“Sayang sekali. Kenapa pemuda baik seperti dia mau kembali kepada wanita yang membuangnya.”
“Iya namanya juga cinta, Bu. Kotoran saja berasa kue donat.”
Satu pemahaman tertangkap olehku. Masa menghentikan gerakanku, semesta melarangku bersama dengan lelaki itu. laut pun telah membawa wanita yang ditunggu oleh pemuda senja itu. Aku paham. Banar kata orang jika kesalahan akan terasa benar jika sudah disambung dengan cinta. Benar juga usahaku selama ini meski sebenarnya orang mengatakan itu salah. Berharap pada hati yang menjadi milik orang wanita lain.
Aku memutuskan berbalik pergi. Sesak juga rasanya meninggalkan hal yang belum didapatkan. Sepintas tatapan pemuda itu terasa menghujamku. Namun aku tahu, tatapan itu hanya tatapan tanpa arti. Tetap saja aku harus melangkah pergi.
Selesai.

Resensi Novel 'Love In Twilight'

 Prolog.
Entah kenapa malam ini saya ingin sekali membaca ulang (re-read) salah satu novel dari Hara Hope. Setelah saya timang-timang seperti menimang adikku sayang, saya memilih novel "Love In Twinlight." Akhirnya kira-kira setengah jam, saya selesai membaca kisah dalam novel tersebut.


Judul                           : Love In Twilight
Penulis                        : Hara Hope
Jumlah halaman        :224 halaman
Tahun Terbit                : 2016
Penerbit                     : Gramedia
 Novel ini adalah seri kedua dari novel “Summer Triangel”, yang menceritakan kisah Rio dan Vega. Di novel Love In Twilight ini dimulai dari seorang Rio yang dikabarkan tewas ternyata kembali hidup. Seakan ia diberikan sebuah kesempatan kedua. Dalam kesempatan kedua ini, diceritakan Rio mencoba memperbaiki diri. Namun memang tak mudah. Dalam setiap usaha selalu ada saja kendalanya. Rio yang dulunya terkenal Badung di sekolahnya akan selalu melekat cap tersebut.
Masalah Rio dan Vega sendiri, menurut saya adalah kisah yang klise namun sangat apik dalam pembawaan emosi para tokoh. Bagaimana Rio yang selalu berusaha membuat seorang Vega yakin tentang perasaannya, bagaimana usaha Rio membuat vega bahagia bahkan rela menipu temannya dengan mengatakan bahwa Vega ulang tahun sehingga teman-temannya tersebut mau memberikan tontoonan gratis gerhana bulan.
“Malah kepercayaan diriku yang mulai hilang. Aku akhirnya sadar kalau aku tidak pernah bisa menandingi Sophi.” (Hal. 134)
Kisah cinta yang rumit antara Vega dan Rio bisa membuat pembaca seakan gemes sendiri. Belum selesai dengan kenyataan Rio yang di penuhi bayangan Sophi, setelah itu bertambah dengan Nina yang juga mencintai Rio. Disini karakter Vega yang sangat menonjol dengan emosinya. Bagaimana rasa frustasi Vega saat ia harus dikalahkan oleh seorang yang telah tiada namun kenangannya selalu melekat dalam pikiran Rio. Bagaimana juga saat ia harus menghadapi kenyataan bahwa sahabatnya sendiri menyukai lelaki yang sama sepertinya. Bahkan pernah sesekali, Vega lelah dan menyerah.
“Aku harus melihat, mendengar, dan merasakan lewat inderaku. Ternyata keputusanku benar. Aku bisa meliht dengan mata kepala sendiri kmau dan Nina … berpelukan.” (Hal. 222)
“Ya, seperti twilight. Ada siang, ada malam, dan ada twilight.  Ada suka, ada duka, dan ada transisi.” (Hal. 223).
Novel remaja karangan Hara Hope ini memang sangat bagus dan cocok untuk semua kalangan remaja yang sangat suka Baper. Banyak adegan-adegan bahkan kata-kata yang sangat mengena dalam hati. Bahkan apa yang kita pikirkan tentang cinta mungkin akan berubah. Kita tak akan selalu memandang cinta dengan itu-itu saja. Namun lebih dari itu, cinta memiliki transisi antara suka dan duka. karena itulah twilight.



 Selesai.
Salam Hangat, Nay

Puisi Tak Berjudul

Pelan melangkah dalam sunyi
Melirihkan harap tanpa wujud
Semua seakan tertelan pekatnya zaman
Tak boleh bermimpi, itu teriaknya
Semua hitam dan putih
tak ada jingga selain senja
tak apa semburat merah selain fajar
suka duka terasa hambar
berdiam dan kau akan hidup

Muneng, 13 Januari 2018

Try Out Akbar Se-Kota Probolinggo Oleh PBQ


Pendampingan Belajar Global Qurrota'ayun atau lebih terkenal dengan nama PBQ adalah sebuah instansi Pendampiangan Belajar yang kini mulai merajai kota Probolinggo, Jawa Timur. Memiliki cabang yang hampir memerangkap Kota dan Kabupaten Probolinggo ini telah membuktikan kehebatan Pendampingan Belajar ini. 

Pendampingan Belajar yang didirikan Oleh sepasang suami isteri ini sukses mendapatkan sorotan kepercayaan dari masyarakat. Dengan visi misi yang dibuat oleh Widyan Arika, S.Pd, seorang guru sejarah di salah satu Sekolah Madrasah Negeri dibantu oleh sang suami, berhasil membuat Pendampingan ini memiliki alumni-alumi yang berprestasi dan menembus sekolah-sekolah favorite di Probolinggo.Kelebihan inilah yang membuat masyarakat terutama orang tua berbondong-bondong menitipkan perkembangan sang anak ke PBQ.

Berita tentang diadakannya UN berbasis CBT pada tahun ini sudah sampai ke telinga-telinga orang tua bahkan para siswa. Banyak kalangan masyarakat yang pastinya resah dengan wacana tersebut. Tentang mereka yang masih awam dengan internet ataupun komputer, atau bahkan bagaimana mereka mengoperasikan nantinya. ketakutan-ketakutan itulah yang mensugesti siswa-siswa dan menjudge bahwa nilai mereka akan hancur.  Karena mustahil bagi mereka mendapatkan nilai yang bagus, jika mereka sendiri belum pernah berkenalan dengan apa itu CBT.

Computer Berbasic Text (CBT), di Probolinggo adalah kedua kalinya dilakukan sebelum yang pertama pada tahun 2017 di beberapa sekolah tertentu yang memang memiliki fasilitas yang mendukung. Jadi, pada tahun 2018 ini kali kedua Probolinggo akan melakukan UN berbasis CBT di beberapa Sekolah Negeri.

Maka, pada tahun ini pun, PBQ menantang kembali kepada seluruh siswa-siswa se-kota Probolinggo untuk mengikuti Try Out Akbar yang berbasis CBT. ini untuk pertama kalinya di Probolinggo diadakan try out untuk mempersiapakan seluruh siswa-siswi di Probolinggo untuk menghadapi Ujian Nasional (UN) berbasis CBT. Beberapa tahun yang lalu sukses dengan Try Outnya, PBQ kembali memberikan wadah untuk mengenal bahkan bersaing dengan para siswa se-kota Probolingo.

Maka, hadirilah Try Out Akbar berbasis CBT ini yang akan dilaksanakan, pada:

Hari/Tanggal : Minggu/ 28 Januari 2018
Waktu              : Gel 1 : 07.30-10.00 WIB, Gel 2. 10.00-12.30 WIB
Tempat            : Perum STI blok A 
HTM                 : Rp. 10.000 -. (potongan 50% bagi siswa PBQ)
 Batas Akir pendafataran 25 januari 2018.

Segera daftarkan diri dan bersaing dengan seluruh siswa se-Kota Probolinggo dengan Try Out berbasis CBT!!!

CP.
Kak Muid : 0823-3850-5556
Kak Alfiyah : 0856-4688-9640
Kak Yolanda : 0852-2142-3050





Resensi Novel Ikan Kecil

Radar Madura, 16 Maret 2020 Menerima Takdir dan Belajar Kesabaran dari Cobaan Judul               : Ikan Kecil Penulis...