Magic dalam Antologi Cerpen KOMUNLIS


Foto By. Agustin Handayani



Judul Buku                    : Tentang Yosephira dan Lelaki Kesatria dan Cerita Pendek Lainnya
Jenis                              : Antologi Cerpen
Penulis                          : Rica Susilowati, dkk
Penerbit                        : Ruang Kosong Publishing
Cetakan                         : Pertama, 2017
Tebal                             : 278 Halaman
ISBN                              : 978-602-60189-1-5

 “Kata adalah senjata seseorang seniman aksara untuk menyentuh ketidakberujungan benak, melampaui nyata. Sedangkan buku, adalah sebuah nisan untuk mengekalkan aksara tersebut.”
Yosephira dan Lelaki Kesatria, salah satu bentuk Antologi dari Komuntas Menulis Probolinggo atau kerap dikenal dengan KOMUNLIS. Antologi cerpen dimana di dalamnya terdapat beberapa karya sastra cerpen dari 24 penulis. Lahirnya Antologi cerpen ini sendiri adalah bentuk bukti setelah diadakannya sebuah workshop kepenulisan dan pengenalan penerbitan indie berjudul  AYO TERBITKAN BUKUMU! Oleh KOMUNLIS dengan menjaring beberapa penulis pemula, baik pelajar maupun umum. Bahkan beberapa penulis yang karyanya telah menjadi ‘langganan’ media massa pun turut hadir meramaikan Antologi tersebut. Dalam karya ini pula, KOMUNLIS memberi sebuah wadah bagi masyarakat Probolinggo yang memiliki ketertarikan dalam menulis untuk membukukan karyanya agar bisa terabadikan sejarah.
Yosephira dan Lelaki Kesatria ini sendiri adalah salah satu judul dari cerpen yang ditulis oleh Rica Susilowati. Sebenarnya, bukan hanya cerpen ini saja, masih banyak cerpen-cerpen lainnya. Misalnya, Gosip, Untukmu Kak Allysa, Kapur Sirih, dll. Mungkin, banyak yang berpikiran tentang bagaimana sih workshop tersebut terjadi? Apa saja tema yang dimuat di dalam workshop tersebut? Apakah mereka melakukan perjanjian dalam tema? Karena mungkin, saat kita mulai membaca karya-karya penulis di dalam Antologi ini, kita akan menyangsikan semua penulis tersebut. Bukan karena apa, hanya saja, kata ‘pemula’ bagi para penulis di dalam Antologi ini memang patut diacungi jempol. Bukan hanya menarik, sebuah konflik-konflik yang benar-benar diluar tebakan biasanya. Kita seakan diberikan sebuah suguhan baru dari karya sastra tersebut. Masalah yang diangkat juga masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Jadi, sebenarnya karya-karya tersebut sering kita lewati dan alami. Bahkan hal terkecil pun itu pasti kita sudah merasakan. Hanya saja, kita terlalu cuek hingga sesuatu yang bisa ditulis dan diabadikan dalam aksara menjadi hilang sia-sia, tak berguna.
Kita ambil contoh salah satu cerpen yang menjadi judul Antologi ini, Yosephira dan Lelaki Ksatria. Mungkin dalam cerita tersebut kita akan menangkap beberapa pehaman, seseorang bernama Yosephira, lelakinya, sofa merah dan mitos. Hal itu mungkin sering kita dengar tentang mitos-mitos tempat atau benda. Dan di sini, kita dikenalkan dengan mitos sofa merah. Pembawaan alur dan plot yang apik menurut saya. Bahkan penjabaran semua indera seakan masuk dalam cerpen ini. Bahkan konflik dan klimaks yang diluar perdugaan saya awalnya. Bahkan ending yang hampir menjebak menurut pemikiran saya. “Jika kecantikanmu yang membiusku, mengapa ada rasa bergidik diam-diam menyelinap, membangunkan kuduk tengkukku.” (Hal. 6)
Terima Kasih, salah satu cerpen dalam Antologi ini yang ditulis oleh Stebby Julionatan. Founder dari KOMUNLIS ini rupanya ikut meramaikan Antologi cerpen tersebut. Penasaran, adalah kata pertama yang akan muncul saat kita membaca judul cerpen tersebut. Kenapa dengan terima kasih? Adakah hal yang menarik? Dan ternyata dalam karyanya, penulis menjelaskan arti dari sebuah terima kasih. Imajinasi yang benar-benar ‘liar’ menurut saya. Karena sebenarnya hal ini adalah masalah yang biasa di masyarkat, namun penulis mengimajinasikan ‘seandainya’ semua di dunia ini bisa dibayar dengan hanya kata terima kasih. Kita akan dibawa pada sebuah cerita tukang parkir yang hanya dengan ucapan terima kasih akan memarkirkan mobil milik kita, namun saat ada kerusakan atau hal lain yang tidak diinginkan seperti kehilangan mungkin, maka juru parkir tak akan banyak membantu. “Wong Anda bayarnya pakai ucapan terima kasih saja kok menyuruh orang menjaga barang milik anda dengan perlakukan istimewa.” (Hal. 253)
Dari keseluruhan cerpen selain yang kita bahas tadi, menurut saya mereka seakan memiliki magic sendiri. Mereka memiliki pemikiran yang unik dalam bercerita. Cerita-cerita yang memiliki sebuah matera seakan membawa pembaca ke dalam alur yang mereka rancang dan membiarkan pembaca memikirkan kelanjutan cerita, sebelum akhirnya penulis akan memberikan kejutan yang tak terpikirkan oleh pembaca. Topic yang diangkat pun sangat ringan namun bermutu saat dituangkan dalam tulisan ini. Bahkan dalam Antologi tersebut disuguhkan pula ilustrasi disetiap cerpen. Hanya saja untuk ilustrasi, mungkin kurang menyeluruh. Misal, di cerpen Yosephira dan Lelaki Kesatria, hanya diberikan ilustrasi sebuah cangkir. Padahal menurut saya, cerita ini lebih menyorot pada sebuah sofa merah dan Yosephira itu sendiri.
Inilah review saya tentang Antologi Cerpen yang berjudul Yosephira dan Lelaki Kesatria. Kurang lebihnya, saya minta maaf dengan segala yang saya utarakan dalam aksara ini. Terima kasih.


Foto on Fb Yeti Kartikasari

FLP Probolinggo Berpuisi


Probolinggo, 18 Februari 2018 pada pukul 09.00-11.00 WIB, Rumah Cayaha (Membaca dan Berkarya) telah diramaikan oleh muda-mudi Probolinggo. Pada kesempatan minggu ini, Forum Lingkar Pena atau dikenal dengan FLP kembali melakukan pertemuan yang kedua di tahun 2018. Tidak seperti biasanya, pada pertemuan kali ini, FLP bertamu seoarang teman dari tentangga yaitu FLP Surabaya. Baliau yang dikenal dengan Kak Ivan adalah seoarang aktivis FLP Surabaya. Memiliki banyak karya yang telah terbit di beberapa media bahkan telah ada yang yang dibukukan membuat para teman-teman FLP Probolinggo tertarik untuk mengetahui kiat-kiat belaiu dalam menulis.

Dimulai dari Sekolah Menengah Atas kelas 11, Kak Ivan mulai menulis beberapa puisi. Pria kelahiran Jember yang telah menetap di Surabaya tersebut membagikan pengalamannya bagaimana menulis puisi baru. Menurut Kak Ivan yang menulis puisi baru, beliau menulis untuk beribadah. Ia mengutarakan perasaan dan pikirannya melalu puisi yag ia diksikan. Dengan harapan, agar apa yang ia tulis hari ini, akan kekal sampai ia tiada.

Seorang Mahasiswa Jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia, tak membuat Kak Ivan lelah untuk menulis. Bahkan disela kesibukannya pada tugas-tugas kuliah, Kak Ivan juga menjadi anggota aktif FLP Surabaya. Bahkan sekarang juga diseibukkan dengan menjadi seorang Blog.

Seperti misi FLP Probolinggo, sebelum pertemuan barakhir akan selalu ada 'oleh-oleh' menulis bagi para anggotanya. Maka, semua anggota yang hadir dipersilahkan membuat puisi dengan tema "Theraphy of Kasmaran". Dengan waktu kurang lebih lima belas menit, dan setelahnya dibacakan penggalan puisi secara acak. Disanalah sebagai pembuktian bahwa semua bisa menulis. Tanpa terkecuali.

Pada sesi terakhir pertemuan FLP Probolinggo kali ini adalah pembagian hadiah bagi para pemenang Challenge WiCa( Writting Challenge), RiCa (Reading Challenge), dan Quotes Challenge #RemajaTanpaValentine.
Dimana pemenang Quotes Challeng
1. Quotes terbaik adalah : Amir
2. Quotes Favorite : Pramduya
3. Writting Challenge : Agustin Handayani, dan
4. Reading Challenge : Sofiyah

seperti itulah keseruan dan kegiatan FLP pada pertemuan kedua pada tahun ini. Untuk kedepannya, selalu berharap agar Literasi semakin maju dan meningkat terutama Proboinggo.

Selesai.


Tersenyumlah

Hasil gambar untuk senyum lelaki tuhan

Tersenyumlah
pada imaji-imaji yang datang saat rembulan menyapa
pada lirihan angin yang menyapa sebuah duka
tangisan pilu para wanita kenangan
menampar kenyataan dengan sebuah kepupusan
Tangis itu tak guna,
hanya anginan pada topan, menyakitkan dan bahaya
pun dengan doa-doa yang terpanjat lirih pada kebisuan
tak terdengar namun menembus langit dan ketidakpastian


Probolinggo, Februari 2018

Syahrazad Hujan Tempias dalam "Tanjung Kemarau", Royyan Julian




Judul               : Tanjung Kemarau
Penulis            : Royyan Julian
Penerbit         : Grasindo
Cetakan 1       : Oktober, 2017

Terdata pada hari Senin, 12 Februari 2018 jam 21.20 WIB, saya selesai membaca bab pertama dari buku ‘Tanjung Kemarau’ ini. Memiliki niat dalam hati untuk menyelesaikan novel ini dalam kurung waktu kurang dari satu minggu membuat saya harus menyelinap untuk sekedar membaca semenit atau lima belas menit. Anggaplah untuk membudayakan baca setiap hari.
Jadi di bab pertama yang diberi judul, ‘Syahrazad Hujan Tempias’, sukses membuat saya bingung hanya dengan membaca judul asing tersebut. Saya sangat jauh dengan kata bahkan kisah-kisah asing tersebut hingga mungkin membuat  timbul rasa penasaran sehingga saya putuskan membaca kata per kata, kalimat hingga ke beberapa paragraph.
Diawali dengan kegiatan yang sudah dilalui oleh tokoh bernama Walid dan Ria. Mungkin saya tidak akan menceritakan secara detail bagaimana keadaan sekitar mereka sehabis melakukan kegiatan ‘itu’, karena ini bisa menjadi daya pikat sendiri. Silahkan penasaran, karena dengan rasa penasaran tersebut saya harap kalian akan membaca novel ini.
Yang menarik dalam bab ini adalah kisah yang walid ceritakan pada malam-malam sebelum dirinya bercinta dengan Ria. Terbersit pemikiran yang sama dengan Walid, saya kira Ria memang menyukai cerita yang dituturkan oleh Walid, bukan karena rasa cinta. Karena dari penulis sudah dipaparkan bahwa Ria telah memiliki suami, disimpulkan Ria berselingkuh.
Kisah dari seorang Syahriar dan Syahrazad. Kisah yang cukup menarik. Dari sini saya sangat menilai sempurna pada novel ini padahal saya baru membaca satu bab saja. Kisah Syahriar yang akan membunuh isteri-isterinya di malam kedua sebagai tindakan atau rasa kecewanya lantaran pernah dikhianati dan ditinggalkan oleh isterinya terdahulu. Anggaplah trauma yang membuat dia bertindak setan. Namun setelahnya tampil Syahrazad yang menawarkan diri untuk menjadi isteri dari Syahriar. Dengan taktik yang cerdas menurutku hingga di malam keseribu satu, wanita itu tak dibunuh. Bahkan hingga timbul benih-benih cinta. Pada bagian ini, saya akui, saya telah jatuh cinta dengan kisah yang manis ini.
Tiba-tiba penulis menggiring saya pada kisah sebuah Langgar Hujan Tampias, perjodohan, dan bagaimana kisah Walid dengan seorang wanita yang bernama Ulfa. Wanita yang akan menjadi tunangan Walid atas hasil perjodohan ayahnya. Dari sisi cerita ini, saya ingin sekali teman-teman pembaca benar-benar bagian ini. Karena dari semua hal, sebenarnya pada bagian ini yang sangat saya sukai adalah pembawaan dari penulis. Bagaimana penulis menggiring pembaca pada loncatan alur tanpa menimbulkan rasa kaget atau bingung, kecuali penasaran.
Saya jadi teringat pada acara Berkomunlis pada tanggal 11 Februari 2018, dimana Komunitas tersebut membedah novel ini dan meresensinya. Disana selalu disinggung dengan permainan alur dan loncatannya. Sempat saya bingung dan dominan penasaran. Namun, sekarang saya tahu maksud loncatan itu meski hanya dalam satu bab dari beberapa bab yang berada dalam novel ini.
Malam ini, di penghujung waktu, saya kira ini adalah catatan kecil tentang bab yang saya baca. Besok, diwaktu yang saya siapkan, saya akan melanjutkan menulis catatan novel ini agar teman-teman semua tervirus penasaran juga. Heheh
Selamat Malam untuk semua teman-teman,
Untuk seorang Penulis yang karyanya benar-benar membuat saya hampir mati penasaran lantaran ini adalah novel pertama yang aku baca selain nove remaja
Dan selamat malam juga untuk kakak yang menjadi panutanku dalam belajar, Kak Yeti Kartikasari Lestiyono, Stebby Julionatan, dan semua kakak yang tak bisa aku sebutkan satu-satu.


Salam Hangat, Nay

Bedah Buku 'Tanjung Kemarau" karya Royyan Julian



Tepat hari Sabtu, 10 Februari 2018 di Pelantaran Togamas Probolinggo tengah ramai oleh muda-mudi Probolinggo. Dari jam 10.00 WIb, sudah nampak beberapa bazar yang memenuhi pelantaran tersebut. Beberapa diantaranya menjual baju-baju asli Probolinggo, buku terbitan lokal, dan aneka makanan. Sebenarnya hari ini bukan inti dari Bazar itu yang akan saya bahas. Namun, lebih ke acara inti, yaitu Bedah Buku karya salah satu penulis hebat Royyan Julian. Beliau lahir di Pamekasan, 3 Juli 1989. Memiliki Profil yang sangat mengagumkan dan bisa dijadikan contoh bagi kami semua khususnya yang sudah hadir dalam acara tersebut.

Acara yang disusun oleh salah satu komunitas di Probolinggo, KOMUNLIS. Komunitas menulis tersebut dengan sangat bangga mengundang Royyan Julian untuk membedah salah satu bukunya yang berjudul, Tanjung Kemarau yang terbit 2017 oleh Grasido. Novel yang berkisah tentang lokalitas Madura. Dalam novel tersebut bahkan di bahas beberapa mitos, perjalanan politik, agama dan surah, hingga kepedulian masyaraat setempat etrhadap ekologi.

"Saya baru tahu jika sapi yang mengikuti kerapan harus ditusuk dengan paku," ucap Kak Yetti selaku moderator dalam bedah buku tersebut.

Dalam penjelasannya, Kak Royyan menjabarkan beberapa realita yang berada dalam lingkungannya. Alur yang apik dan mengesankan membuat kita tak akan bosan untuk mebacanya. Seperti yang dikatakan penulis, Novel tersebut bermain alur dimana seakan tokoh dalam setiap bab ingin menjadi tokoh utama.

Dalam kesempatan bedah buku tersebut, beberapa peserta bahkan bertanya dengan sangat antusias dengan kehadiran novel tersebut. Mungkin penasaran dengan sosok Walid, Lokalitas Pamekasan yang kental dalam novel tersebut, pemilihan tokoh utama yang seorang guru, hingga pertanyaan tentang riset dan kendala dalam membuat novel tersebut.

"Menulis itu berdarah-darah," ungkap Kak Royyan Julian saat ditanya tujuan beliau menulis. Apakah untuk kesenangan diri sendiri atau pembaca dan bagaimana bila banyak kritik yang masuk.

Kak Royyan dengan senyumnya menjawab bahwa penulis memang membutuhkan kritikan dalam karyanya. Karya yang hebat, ialah yang mendapatkan Apresiasi dari pembacanya. Entah baik atau buruk.

"Memiliki target mmebaca 120 buku selama 2017, namun sayang, saya hanya bisa membaca 108 buku," sesal Kak Royyan saat ia menjabarkan kunci dia menulis. Dengan gamblang kak Royyan berkata bahwa jadilah pembaca yang hebat agar bisa menjadi penulis yang handal.

Diperujung acara, ditutup dengan pembagian doorprize bagi peserta teraktif dan sesi foto bersama. Disitulah saya sebagai peserta Bedah Buku memiliki kesempatan foto bersama dengan Kak Royyan Julian sekaligus berbagi tips dan pesan singkat dalam menulis.

Petang pada Malam Minggu yang sangat berfaedah dan mengesankan bersama KOMUNLIS, Kak Royyan Julian, dan para bibit penulis dan pejuang literasi lainnya.

Next Time, akan ada bedah buku tentang salah satu buku hebat lainnya di tempat yang sama, dan insya allah tak akan kalah meriah.

Untuk Kak Royyan Julian, terima kasih ilmu dan semua saran yang bermanfaat hari ini
Komunlis, tempat yang mewadahi literasi daerah
dan Semua Peserta yang akan menjadi bibit-bibit kesuksesan dimasa yang akan datang.




All Photos By Kak Yetti
Salam Literasi semua,

Nay

Selasa

Ombak
:tepian laut Asa

Bagaikan ombak yang menderu
Menubruk batuan dengan sangat kasar
Bising-bising yang mulai memekin telinga
Menggigilkan tubuh dengan hembusan asa


Cinta yang Hilang
:Kekasih Pecundang

Dia pecundang dalam rasa
menari dalam benak lantas hilang
kecup, peluk pun bahkan hambar
ia genggam benang merah lantas putuskan
bersua dengan melodi-melodi bangsat yang sangat manis
beralibi baik dan tak ingin bersama
hilang bagaikan buih pada renjana


Puisi tak Berjudul
:Pada bait tak bertuan

Bait-bait tak bertuan
menari dalam angan yang melambung
hilan terhempas pada asa yang kuat
imaji-imaji yang merembes pada tampias hujan
hilang hingga semua menghilang




Resensi Novel Ikan Kecil

Radar Madura, 16 Maret 2020 Menerima Takdir dan Belajar Kesabaran dari Cobaan Judul               : Ikan Kecil Penulis...