Resensi Perfect Competition


Doc. Kabar Madura, 16 Mei 2019

Kompetisi Tiada Akhir

Judul                : Perfect Competition
Penulis             : Sekar Aruna
Penerbit           : Grass Media
Terbitan          : Cetakan Pertama, Februari 2019
Halaman         : 369 Halaman
ISBN               : 978-623-7078-01-2
Peresensi         : Agustin Handayani

Masa depan bukan pengulangan dari masa lalu. Masa depan adalah bentuk sebuah remidi atau perbaikan dari masa lalu dan masa sekarang. Itulah bagaimana seharusnya kita menyikapi kata masa depan itu sendiri. Novel Perfect Competition karya Sekar Aruna ini juga mengungkit sebuah hubungan antara masa depan dan masa lalu yang dialami oleh Naga dan Vara. Sepasang kekasih di masa lalu yang kembali bertemu di masa depan.

“Selain gaji, ternyata topik mantan termasuk dalam kategori pembicaraan sensitif, ya.” –Hal. 150

Nagara Anggasta dan Isvara Tanisha adalah sepasang kekasih di masa lalu. Hubungan yang rumit  kerena keduanya memiliki sifat yang sama-sama dominan. Mereka sama-sama memiliki jiwa kepemimpinan yang selalu ingin menang. Setidaknya itulah yang terjadi antara keduanya selama menjalin kasih. Hingga, baik Vara dan Naga sama-sama memilih mengakhiri hubungannya. Namun, mengakhiri hubungan, bukan berarti mengakhiri perasaan. Naga yang sadar bahwa cintanya hanya untuk Vara, berusaha membuat Vara kembali lagi padanya.

Vara sadar bahwa mereka berdua tidak cocok. Tidak ada yang ingin mengalah di antara masing-masing. Naga dan Vara sama-sama egois. Hingga Vara memutuskan untuk membuat perjanjian konyol dengan Naga; berkompetisi dan memenangkan segala hal. Jika Naga mampu mengalahkannya, Vara berjanji akan kembali pada lelaki tersebut. Itulah reward dari semua kompetisi yang akan mereka hadapi.

Hingga kisah mereka terjeda saat Vara menghindari Naga setelah hari kelulusan dan juga mengganti nomer kontaknya. Kesalahan Naga membuat Vara mundur dan enggan bertemu dengan lelaki itu kembali. Namun, siapa yang tahu dengan takdir dan waktu. Setelah mereka sama-sama bekerja dan menginjak umur tiga puluhan, mereka bertemu kembali dengan keadaan yang sama-sama panas. Kambali berkompetisi merebutkan kursi jabatan.

“Kadang, sisi lain dari seseorang laki-laki membuat perempuan memutuskan memberikan kesempatan kedua walaupun pernah tersakiti.” –Hal. 273

Naga dan segala gombalan serta sikapnya yang tidak pernah serius. Hal itulah yang membuat Vara enggan kembali pada Naga. Apalagi kesalahan Naga di masa lalu benar-benar membuatnya kapok dan tidak mau kembali dibodohi lelaki tersebut. Naga adalah orang yang picik, menghalalkan segala cara agar apa yang dimaunya dapat dicapai. Meski begitu, Vara merasa Naga belum memiliki sifat tanggung jawab. Tak jarang Naga kabur dari tanggung jawab yang lagi-lagi membuat Vara semakin membenci Naga.

Kompetisi yang tidak akan pernah berakhir di antara Naga dan Vara. Bagaimana Naga yang berhasil mendapatkan posisi tersebut, Naga yang mendominasi Vara dan membuat wanita itu tunduk saja dalam perintah Naga. Meski begitu, dari semua sifat menyebalkan Naga, Vara akui bahwa masih ada perasaan yang mengisi ruang kosong di hatinya. Perasaan yang hanya tertuju untuk Naga. Meski ia sudah berusaha move on dan mencari pengalihan dari perasaannya, tapi selalu berakhir dengan tidak memuaskan.

Dari novel ini, sebenarnya ada beberapa hal yang dapat kita petik. Terutama arti dari sebuah kejujuran. Dari kejujuran, kita mendapatkan kepercayaan yang pastinya harus dijaga. Dilihat dari bagaimana Vara yang tidak mudah percaya lagi pada Naga meski lelaki itu sudah berusaha menjelaskan dan minta maaf. Bukan itu saja, kita diajarkan untuk berani memulai dan tidak hanya melihat seseorang dari kovernya saja. Meski Naga selalu bertingkah kekanakan dan menyebalkan, ada sisi Naga yang dewasa dan belum diketahui Vara. Naga bisa bersikap gentle dengan menghampiri ayah Vara dan meminta restu. Bahkan ia meminta maaf atas semua kesalahannya di masa lalu.

Dan dari semua kompetisi yang didapatkan Naga, mendapatkan hati Vara adalah sebuah kompetisi yang paling berat menurutnya. Karena kesalahan masa lalu harus ia perbaiki di masa depan.

Sisi romansa percintaan yang dibalut dengan kompetisi. Novel Perfect Competition ini juga mengusung komedi yang membuat kita tidak akan bosan dan jenuh. Kisah romansanya pun tidak terkesan kacangan.
Probolinggo, 4 Mei 2019

Profil Peresensi
Agustin Handayani. Seorang mahasiswa dan nggota FLP Probolinggo. Aktivis literasi kota yang sekarang berusaha menyelesaikan novelnya. 

Resensi Senyum Karyamin


Kabar Madura, 20 Mei 2019 

Potret Metafora Kehidupan Wong Cilik

Judul                : Senyum Karyamin
Penulis             : Ahmad Tohari
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Terbitan          : Cetakan kesebelas, Januari 2019
Halaman         : 88 Halaman
ISBN               : 978-979-22-9736-2
Peresensi         : Agustin Handayani
Saat dunia sastra populer hadir dan merebak, Ahmad Tohari datang dengan cerpennya yang akan terasa asing, dan jauh dari dunai popular atau gemerlap kehidupan. Ahmad Tohari seakan memberikan penampakan lewat karya yang ia buat bahwa ada sebuah lapisna masyarakat bawah yang perlu diperhatikan dengan alur dna konflik mereka sendiri. Wong cilik dengan kepolosan, kebodohan, dan kehidupan mereka yang kumuh. Namun, meski seperti itu, Ahmad Tohari seakan sukses dan menjadikan karyanya sebagai ciri khas dari kumpulan cerpen yang disatukan dengan judul ‘Senyum Karyamin.

“Mereka, para pengumpul batu itu, senang mencari hiburan dengan cara menertawakan diri mereka sendiri.” –Hal. 1

Cerpen pertama yang dibuka dengan judul Senyum Karyamin yang juga menjadi perwakilan judul buku ini. Sebuah penampakan kehiduapn seorang lelaki bernama Karyamin yang menjadi tukang pengumpul batu. Keseharian, ia bersama teman-temamnya mencari batu di kali dan menjualnya dengan harga rupiah yang rendah. Ada hal-hal menarik dari cerita ini. Bagaimana kehidupan masyarakat bawah dan kegiatannya, tentang bagaimana orang-orang itu mencari kebahagiaan sendiri dengan saling menertawakan kesialan kawannya, bahkan bagaimana Karyamin memahami burung-burung yang mencari makan untuk anak-anaknya di sarang. Meski begitu, satu hal yang sangat menarik dari cerpen ini adalah sebuah ketidakadilan. Saat Pak Pamong datang dan menagih uang iuran untuk berpartisipasi dana Afrika. Benar-benar sebuah kehidupan nyata di sebuah desa. Padahal bila kita simak kehidupan Karyamin sendiri, untuk hidup saja ia harus bekerja keras dan menahan lapar. Bahkan ia harus mengumpulkan batu dari satu kali ke kali lainnya dengan bayaran yang jauh dari kata pantas. Namun, kehidupan desa memang tak selalu baik-baik saja. Mereka kurang perhatian pada  orang-orang bawah lainnya.

Jasa-Jasa Buat Sanwirya. Cerpen kedua ini berhasil menggelitik pikiran kita nantinya. Ada hal yang benar-benar tak sampai di nalar dari cerita ini. Bagaimana orang-orang yang berkumpul untuk saling menghitung jasa-jasa apa yang bisa mereka lakukan untuk seseorang yang sedang sakit atau bisa dikatakan sedang sekarat ini. Contohlah, Sampir, Waras, dan Ranti yang berkumpul di rumah Sanwirya yang sedang meregang nyawa. Dari pada lekas bertindak untuk menyelamatkan nyawa seorang Sanwirya, mereka malah saling menghitung jasa-jasa yang akan dilakukan untuk kesembuahn Sanwirya. Sekali lagi, hanya ‘akan’ dan belum melakukan tindakan. Cerpen ini seakan memberikan sindiriran keras bagi kita semua, bahwa sesuatu yang diniatkan tanpa tindakan langsung hanya akan menjadi angin yang sia-sia. Tidak dapat menghasilkan sesuatu sesuai perhitungan mereka.

Dalam buku ini bukan hanya menceritakan hubungan manusia dengan manusia, atau manusia dengan alam baik flora ataupun fauna. Namun, juga ada hubungan yang sangat kental antara manusia dan sang penciptanya. Terbukti dengan salah satu cerpen yang berjudul Pengemis dan Shalawat Badar.  Dalam cerpen ini, diceritakan seorang pengemis yang naik ke dalam sebuah bus yang disopiri dengan sangat ugal-ugalan. Hal yang menarik di sini adalah keadaan yang sangat kontras antara keadaan bus dengan pengemis tersebut. Tokoh ‘aku’ yang diceritakan dalam cerpen itu seakan menjadi pengamat bagaimana pengemis itu yang tetap tenang dan terus mengalunkan shalawat badar selama perjalanan yang ugal-ugalan tersebut. Seakan ikatannya dengan Tuhan semakin erat lewat lantunan shalawat badarnya. Dan Tuhan seakan selalu menjaga keselamatannya dari marabahaya. Terbukti dengan akhir cerita ini yang membuat tokoh ‘aku’ terkejut.

“Kudengar orang-orang merintih. Lalu samar-samar kulihat seorang lelaki kusut keluar dari bangkai bus. Badannya tak tergores sedikit pun. Lelaki itu dengan tenang berjalan kembali ke kota Cirebon.” – Hal. 66

Setidaknya terkumpul 13 cerpen yang dapat dibukukan dalam judul Senyum Karyamin ini. Cerpen-cerpen yang menjadi jejak bahwa awal kepengarangan Ahmad Tohari ini adalah cerpen, yaitu Jasa-Jasa Sanwirya yang berhasil meraih hadiah Sayambara Kincir Emas Radio Nederland Woreldomroep pada tahun 1975. Dan cerpen yang lainnya yang berhasil dimuat di berbagai media massa.

Membaca cerpen kalangan masyarakat bawah ini memang penuh dengan potert kehidupan masyarakat yang sebenarnya memang penuh dengan ironi dan metafora. Maka benar saat Sapardji Djoko Darmono memberikan sebuah pendapat di penutup buku ini bahwa Ahmad Tohari memberikan kecermatan pengamatan tentang berbagai masalah yang sering tidak kita sadari.

Probolinggo, 21 April 2019

Profil Penulis
Agustin Handayani. Seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi yang aktif diberbagai kegiatan literasi. Menjadi anggota FLP Probolinggo hingga saat ini.


Resensi I Am Sahraza



Keajaiban sebagai Buah Kesabaran

Judul               : I Am Sarahza
Penulis             : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra
Penerbit           : Republika Penerbit
Cetakan           : Cetakan I, April 2018
Halaman          : vi+370 Hlm
Peresensi         : Agustin Handayani
Lahirnya novel I Am Sahraza adalah bentuk sebuah rasa syukur yang tidak terkira dari pasangan paling fenomenal ini. Sebuah karya sastra yang membuat siapapun tahu bagaiama titik perjuangan dari pasangan suami isteri ini dalam menghadapi seluruh cobaan dari Tuhan. Rasa yang dipasang surutkan, jatuh dan bangun, hingga Tuhan tetap memberikan janjinya sebagai buah dari kesabaran.
Berbicara tentang Hanum dan Rangga, maka kita juga teringat tentang pasangan penulis yang telah mencetak banyak sekali novel best seller dan berhasil di filmkan dengan sangat memukau. Ternyata, dari semua itu, kehadiran I Am Sahraza juga tak kalah memukau dari novel sebelumnya. Pasangan ini memberikan jejak rekam bagaimana kisah perjalanan cinta mereka hingga semua cobaan yang dilalui.
Hanum dan Rangga adalah sosok yang perjalanan hidupnya memang tidak semulus yang dibayangkan orang. Terlepas dari mereka yang termasuk keluarga Amin Rais, atau penulis terkenal, nyatanya mereka sama dengan orang kebanyakan yang juga mengalami gonjang ganjing dalam bahtera rumah tangganya. Bedanya di sini adalah, bukan dari pihak ketiga, melainkan sebuah harapan pelengkap keluarga, yaitu anak.
“Takdir Tuhan memang tidak bisa dilukiskan hanya dengan sebaris kata ‘indah’. Atau sempurna sekalipun.”- Hal. 348
Tuhan sudah berjanji akan ada buah dari kesabaran umatnya, itu yang dipegang oleh Hanum dan Rangga. Sosok Rangga yang sangat sabar dna telaten memberikan nasehat pada Hanum benar-benar membuktikan betapa taatnya Rangga pada Tuhan dan cintanya ia pada sang isteri. Ia percaya dengan janji Tuhan. Meski kadang cobaan yang datang sempat membuatnya sedih dan kecewa, berkali-kali lagi Rangga mengingatkan diri pada sang Pencipta.
Program kehamilan, bayi tabung, hingga cara-cara tradisional lainnya sudah mereka lalui untuk mendapatkan keturunan. Padahal, teman-teman mereka bahkan saudara sudah dikarunia anak.  Hanya mereka yang masih tertatih mencoba dan bahkan mengalami banyak kegagalan. Bahkan saat tuba Falopi Hamum harus diangkat sebelah, hal itu menjadi penurun semangat mereka. Ada rasa kecewa dan frustasi yang Hamum rasakan pada Tuhan. Ia mulai hitung-hitungan pada Tuhan dan benar-benar kecewa. Hanum mengalami depresi karena banyaknya kegagalan yang ia terima. Namun, sosok suami memang sangat membantu dan selalu setia berada di dekat Hanum agar tak berlarut dalam kesedihan.
“Keberuntungan akan selalu berpihak pada mereka yang memelihara kesabaran. Kebahagiaan akan selalu tergoda mendatangi mereka yang bersyukur. Sesuai janji Tuhan, ia melunasi permohonan hamba-Nya yang tak bosa menengadahkan tangan.” – Hal. 348
Pengorbanan dan perjuangan sosok seorang Ibu memang tidak pernah bisa kita pungkiri. Saat Hanum sudah berada di titik terendah dari perjuangannya, semangat dari sang ibu membuatnya bangkit. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan berada di belakang Hanum membuat mereka bersyukur. Apalagi pengorbanan Amin Rais dan sang isteri yang langsung terbang ke Surabaya untuk mendaftarkan program bayi tabung yang entah sudah keberapa kalinya, bisa membangkitkan haru dalam diri kita masing-masing.
Novel I am Sahraza adalah kado terindah untuk sosok bayi mungil yang sudah dinantikan pasangan ini selama 11 tahun. Dengan sebuah kesabaran dan tawakal, mereka terus berusaha hingga benar-benar dikabulkan oleh Tuhan.
Novel yang memang sangat cocok untuk kita semua. Bukan hanya bagi pasanagn suami isteri yang sedang menunggu anak, melainkan semua orang yang tengah ditimpa musibah. Dari rekam perjalan mereka, kita bisa belajar bahwa ujian seberat apapun akan selalu Tuhan bayar dengan setimpal dengan hadiahnya. Tidak ada ujian yang Cuma-Cuma, semua sudah tertulis dalam takdirNya. Ujian itulah yang menjadi parameter keimanan ciptaanNya. Kesabaran, itulah kunci utama.
Probolinggo, 15 April 2019
Biodata Penulis
Agustin Handayani. Penulis kelahiran Probolinggo yang aktif di dunia literasi. Termasuk anggota FLP Probolinggo
  

Resensi Hallo, April




Mengakrabi Sisi Remaja dan Pesahabatan

 Judul               : Halo, April
Penulis             : Kejora Anaphalisa
Penerbit           : Bhuana Sastra
Terbitan          : Cetakan Pertama, 2018
Halaman         : 210 Halaman
Peresensi         : Agustin Handayani
Dunia remaja dan segala konfliknya memang sangat menarik untuk diikuti perkembanganya. Di mana emosi yang belum stabil, labil, dan pencarian arti hidup. Rupanya Kejora Anaphalisa juga datang dengan novel terbarunya yang mengusung genre remaja dengan kaca matanya sendiri.
Awalnya mungkin kita akan bertanya-tanya apa maksud dari judul Halo April? Sedangkan tokoh utama dalam cerita ini adalah Citra. Seorang gadis seperti kebanyakan. Sepintas, tidak ada yang istimewa dari Citra sendiri. Hanya pelajar yang menyukai dunia komik, memiliki seorag sahabat bernama Rima dan musuh bernaa Mika. Hingga saat kita mengikuti jejak rekam perjalana Citra sebelumnya, maka Halo April bisa disebut sebagai tanda kesialan bagi Citra.
April seakan memberikan nasib buruk baginya. Mulai dari kedua orang tuanya yang meninggal di minggu pertama bulan tersebut, lelaki yang ia cintai lebih memilih sahabat dekat Citra yang juga menjadi tetangganya, dan kehadiran Tegar yang selalu mempermalukkannya. Sangat komplit dan terlalu rumit. Namun, begitulah kisah remaja yang memang bisa diibaratkan sebuah lautan dengan gelombang tinggi. Masa-masa bergejolakan emosi.
Cerita ini diawali dengan sebuah kontes cerita bergambar yang ingin Citra ikuti hingga memaksanya mendekati Rajab, seorang lelaki pendiam di kelasnya dan tak begitu mencolok. Rajab hanya lelaki yang masuk ke dalam jajaran siswa baik-baik dan jarang neko-neko hingga Citra pun berinteraksi hanya seperlunya saja. Terutama karena kepentingan kompetisinya ini. Dari sana, terciptalah sebuah kedekatan secara tak langsung antara mereka. Padahal saat itu, Rima yang tak lain adalah sahabat dari Citra sangat mencintai Rajab hingga berbuat hal yang nekat hanya untuk membuat Rajab melihatnya.
“Gue Cuma ngelihat orang yang pantas diliht aja, sih. Lo kurang beruntung. Maaf-maaf aja, ya!” –Hal, 8
Tegar, lelaki yang selalu ingin dijauhi oleh Citra. Bagaimanapun berdekatan dengan Tegar seakan memicu kesialannya semakin sering datang. Namun, siapa sangka, semakin dijauhi, Tegar malah seakan mendekatinya dengan sengaja. Semakin seru saat Tegar memberikan sebuah perhatian-perhatian kecil yang belum disadari oleh Citra, tapi disadari oleh temannya yang lain.
“Saat kamu membalas perlakuan orang lain, kamu nggak ada bedanya dengan orang yang membuat kamu sakit hati.” –Hal 193
Karena cinta, semua bisa berubah. Bukan hanya dari sisi baik, ternyata cinta bisa membuat seorang sahabat seperti Rima malah balik menikam Citra dengan sadis. Rima bermetamorfosis membencinya hanya karena mengira Citra merebut Rajab darinya. Tanpa mau mendengarkan penjelasan dari Citra, Rima dan teman sekelas langsung memusuhi Citra dengan sadis hingga Citra kerap enggan sekolah lagi.
Di tengah cerita inilah Kejora seakan menjelaskan asal muasal semua masalah ini. Mulai dari awal permasalahn Citra dan Mika yang sebelumnya adalah sahabat dan juga tetangga dekat. Ternyata penyebab perpecahan mereka juga karena cinta. Citra mencintai Rui, tapi Rui lebih memilih Mika. Dan baik Tegar dan Rajab sama-sama memiliki sebuah rahasia untuk Citra.
Bagaimana novel Halo April ini berjalan, benar-benar membuat kita menikmati semua jalanan kisahnya. Baik kisah Mika yang beramibisi dengan cita-citanya, Rajab yang selalu mendukung Citra, dan Citra yang berusaha kuat dan bertahan diri.
Banyak pesan moral yang bisa dipetik dari novel ini. Apalagi kisah cinta di masa remaja kadang bisa menjadi pendukung kesuksesaan, tapi tak pelak juga bisa menjadi bumerang kegagalan. Lebih dari itu, persahabatan seyogyanya bukan transaksi yang bisa ditukar dengan cinta. Sahabat memiliki sebuah arti yang melebihi cinta. Karena saat cinta hilang, maka sahabat selalu ada di saat tersulit dan pedihnya hidup.
Probolinggo, 24 April 2019
Biodata Peresensi
Agustin Handayani. Seorang mahasiswa akhir yang menjadi aktivis literasi daerah. Tergabung dalam FLP Probolinggo dan juga KomunLis Probolinggo.



Resensi Tinker Bell

Radar Cirebon, 20 April 2019

Seni Mendintai dan Dicintai Tinkerbell

Judul                : Tinkerbell
Penulis             : Equita Millianda
Penerbit           : Pastel Books
Terbitan          : Cetakan Pertama, 2019
Halaman         : 334 Halaman
ISBN               : 978-602-6716-44-6
Peresensi         : Agustin Handayani
“Gimana kalo pada satu titik-yang nggak diceritakan sama Walt Disney, Peterpan merasa bahwa dia suka sama Tinkerbell?” –Hal. 325
Sukses dengan novel perdananya yang berjudul Bad Romance, penulis bernama Equita ini kembali merilis novel baru yang berjudul TinkerBell. Novel dengan genre teenlit yang mengusung kisah romance antara sepasang sahabat antara lelaki dan perempuan yang memang selalu menjadi hal yang digemari oleh remaja zaman sekarang. Friendzone, seperti itulah sebutan bagi mereka-mereka yang terjebak dalam zona teman, padahal maunya lebuh dari itu.
Membaca judul Tinkerbell, otomatis ingatan kita akan terlempar pada sebuah film Disney tentang gadis kecil yaitu Tinkerbell, PeterPan, dan juga Wendy. Jika kita mengamati dengan seksana, Tinkerbell memang sangat mencintai Peterpan dengan cara yang sangat bodoh. Ia rela melakukan apa saja untuk berada di dekat lelaki tersebut dan membuat Peterpan senang. Padahal, selama ini, Peterpan hanya mencintai Wendy. Ia tak pernah memandang Tinkerbell lebih dari seorang teman. Meski begitu, mungkin kita bertanya-tanya, apakah sampai cerita itu berakhir, Tinkerbell tetap saja mengalami cinta yang bodoh? Bertepuk sebelah tangan dan mati dalam cintanya sendiri? Apakah tidak ada balasan dari Peterpan yang seharausnya peka bagaimana Tinkerbell mencintainya. Jadi, sebenarnya bukan Tinkerbell tokoh utama wanita di sini, melainkan Wendy. Karena Wendy lah yang mendapatkan cinta tulus dari Paterpan.
Tak jauh berbeda dari kisah Tinkerbell versi Disney, Equita hadir membawa kisah yang hampir serupa. Kara dan Keano, sepasang sahabat dari orok yang rumahnya bersebalahan. Di kisah ini, Keano lah yang lebih diceritakan dengan jelas perasaannya pada Kara. Rasa yang awalnya hanya sekadar tanggung jawab untuk selalu berada di dekat Kara hingga  membuat benih cinta hadir dalam hidupnya. Sedangkan Kara, ia hanya sadar bahwa Keano adalah sahabat yang sangat ia sayangi. Perasaan Kara masih abu-abu dalam awal kisah ini.
Hingga muncullah Dylan yang mendekati Kara dan Keano yang mendekati Sacha. Mereka berdua seakan menciptakan sendiri jarak persahabatan mereka. Apalagi saat Keano memergoki kebusukan Dylan, ia memaksa Kara harus menjauhi lelaki itu. Padahal saat itu, Kara sudah mulai mencintai Dylan. Konflik yang terjadi antara Keano dan Kara membuat Keano frustasi. Ia bahkan mulai tak acuh pada Sacha yang sudah ia dapatkan menjadi kekasihnya.
“Keano sadar bahwa cinta bukan tentang bersama dengan siapa yang paling engkau puja, tapi tentang bersama dengan siapa yang paling memujamu dan belajar menerimanya.” –Hal 144.
Hingga akhirnya, Keano melakukan tindakan besar, bertaruh dengan Dylan untuk mendapatkan Kara dan pada siapa wanita itu akan jatuh cinta. Namun, hal tersebut malah seperti ‘senjata makan tuan baginya’. Tak ada bangkai yang dapat tertutup sempurna. Saat Kara mengetahui semua itu, ia murka. Pertama kalinya, ia sangat marah dalam jangka waktu  yang lama pada sang sahabat.
“Karena orang nggak akan menyakiti apa yang dia cintai.” –Hal 261
Hingga lambat laun, kisah terus bergulir dengan konflik-konflik yang mengejutkan di akhir cerita. Seperti itulah cinta, mau sekuat apapun, tidak akan pernah luput dari masalah. Tidak pernah ada kata mulus bagi perjalanan cinta.
Sepert Tinkerbell yang sangat mencintai Peterpan dan berharap cintanya terbalas. Menurut saya, di sini Kenao lah yang berperan menjadi Tinkerbell. Karena perasaan Keano yang lebih dulu muncul dan sangat transparan.
Novel remaja yang sangat ringan dengan kisah cinta yang dijamin mampu membuat remaja baper. Apalagi dengan adanya Dylan yang manis. Lebih dari itu, novel ini berhasil membuat satu pertanyaan dalam benak kita, mungkin ada satu episode di mana Tinkerbell dan Peterpan bersama seperti kisah Kara dan Keano.

Probolinggo, 6 April 2019

Bioadata Penulis :
Agustin Handayani. Mahasiswa dan anggota FLP Probolinggo

Resensi Spesial Order

Dokumentasi, Solopos, 21 April 2019

Menyikapi Ambisi dalam Cita Rasa

Judul                : Spesial Order
Penulis             : Alifiana Nufi
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Halaman         : 272 halaman
Cetakan           : Pertama, 2019
ISBN               : 978-602-06-2157-9
Peresensi         : Agustin Handayani
Denga latar masakan dan profesi kokinya, Spesial Order memang sanggup memikat semua pembaca. Alifiana bukan hanya mengangkat sisi romantisme yang terjadi di sebuah dapur, tapi juga tentang bagaimana sebuah masakan dapat terhidang dengan sempurna. Memasak yang katanya paling enak dengan hati, dibantahkan dengan halus. Melalui novel ini Alifian seakan menegaskan lagi, bahwa tidak semua hal dilakukan dengan hati, tapi dituruti oleh pikiran. Itulah masakan yang pas di lidah.
Bercerita tentang Naya yang termasuk perempuan dengan ambisi tinggi untuk menjadi koki, padahal dia adalah mahasiswa pendidikan yang nantinya harus menjadi pengajar. Naya adalah wanita dengan sifat pantang menyerah, tidak pernah mengeluh, dan selalu mencoba. Meski sering menjadi bulan-bulan Chef di kafe tersebut. Hingga, saat ia mendapatkan Chef baru yang diharapkan jauh dari sifar Chef sebelumnya, Naya harus menelan pahit doanya. Chef Nando adalah Chef mesum yang sempat Naya gampar di KRL, 2 kali. Bahkan pertemuan mereka pun sungguh di luar kata baik-baik saja.
Dunia yang  diimpikan indah, luntur seketika. Chef Nando seakan belas dendam karena telah dipermalukan oleh Naya. Bahkan setelah Nando menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi.
“Pengin doang nggak cukup buat jadi seorang koki, Kanaya. Dunia kuliner itu jauh lebih rumit dan lebih kejam dari yang orang lihar. Bertahan dari seleksi alamnya sulit.” Hal. 10
Nando adalah kebanggan orang tuanya karena digadang-gadangkan akan meneruskan warisan keluarga besar. Dia dikuliahkan di sekolah teknik  oleh ayahnya. Namun, tiba-tiba Nando berbelok haluan menjadi mahasiswa masak. Tentu tanpa sepengetahuan orang tuanya. Namun, tidak ada yang namanya rahasia tertutup rapat, pasti selalu ada waktu yang membongkarnya. Begitulah hingga Nando harus minggat dari rumah dan hidup mandiri. Hingga sepuluh tahun berikutnya, ia bekerja membantu sang sahabat dan bertemu dengan Naya, assisten Chef. Wanita selebor dan ceroboh yang jelas sangat ia benci. Naya tidak memiliki kemampuan untuk menjadi seorang koki, itu yang ditangkap Nando meski ia tahu bahwa Naya pekerja keras. Hingga perlahan, setelah waktu semakin menunjukkan sikap masing-masing, ada sebuah perasaan tak rela melihat Naya bersama dengan Nizar.
 “Ada alasan di balik tiap larangan dan saran dari mereka, begitu dengan ayah kamu.” Hal. 198
Orang tua memang selalu ingin yang terbaik untuk anaknya. Menunjukkan jalan terbaik agar masa depannya terjamin dan cerah. Seperti itulah yang dilakukan oleh orang tua Naya maupun Nando. Bedanya, Naya menjadi penurut untuk membahagiakan ayahnya, sedangkan Nando memilih membangkang. Meski begitu, ikatan batin tak dapat dielakkan. Tidak ada orang tua yang benar-benar membenci anaknya sendiri. Begitupun dengan anak yang tak mungkin tahan jauh dari orang tua. Takdir akan tetap menyatukan ikatan batin tersebut.
Special Order menurt saya sangat bagus untuk dibaca oleh para remaja. Karena bukan hanya sisi romatisme yang diusung. Namun, juga bagaimana kita harus bersikap pada apa yang akan dijalani ke depannya harus disiapkan dengan matang. Sama halnya memilih pendidikan yang tidak sama dengan keinginan orang tua. Sebagai anak, kita harus bisa bijak dalam mengambil keputusan ke depannya.
Berani dan bertangung jawab. Seperti itulah pesan yang ingin disampikan oleh novel ini. Bagaimana saat Nando harus berani keluar dari fakultas teknik dan berubah haluan, maka ia harus bertanggung jawab penjelasan pada keluargnya. Bagaimana beraninya Naya mencoba masuk ke dunia koki, maka ia harus bertanggung jawab dengan bekerja keras dalam menggapai mimpi tersebut.
Probolinggo, 16 April 2019
Agustin Handayani. Aktivis literasi daerah dan anggota FLP Probolinggo dan KomunLis (Komunitas Menulis) Probolinggo

Resensi Cinta yang Bodoh Harus Diakhiri


Dokumentas. Kabar Madura 23 April 2019

Menyelami Kisah Cinta yang Bodoh

Judul                : Cinta yang Bodoh Harus Diakhiri
Penulis             : Artie Ahmad
Penerbit           : Mojok
Terbitan          : Januari, 2019
Halaman         : viii+140 Halaman
ISBN               : 978-602-1318-83-6
Peresensi         : Agustin Handayani

Artie Ahmad hadir lagi dengan karya terbarunya. Sebuah kumpulan cerita pendek yang berjudul Cinta yang Bodoh Harus Diakhiri. Kumcer yang di dalamnya terdiri dari 16 cerita pendek yang saling berdiri sendiri. Meski begitu, keenam belas cerpen tersebut seakan memiliki benang merah, yaitu tentang cinta. Namun bedanya, kisah cinta yang dikisahkan dalam setiap cerpen adalah sebuah kisah pilu, tragis, dan menyedihkan dari sebuah cinta. Hampir semua cerita di masaing-masing cerita seakan menjelaskan bagaimana cinta yang bodoh, menyakitakan dan menimbulkan luka. Cinta hanya pemanis diawal saja sebelum pahit setelahnya.
Bisa kita lihat dari sebuah cerpen yang diambil menjadi judul buku ini, yaitu Cinta yang Bodoh Harus Diakhiri. Sepasang kisah suami isteri yang bernama Eugene dan Marion. Dalam permulaan cerita, mereka sudah berada di sebuah kota tua bekas penjajahan militer dulu, kota kelahiran Eugene. Dengan segala mitos yang ia jabarkan, Marion termakan dalam bualan yang tercipta dari suaminya sendiri. Cinta adalah pilihan. Kita bisa memilih apakah kita akan tetap menjadi budak cinta atau mengakhiri cinta yang bodoh. Seperti itulah yang Eugene lakukan. Sejak banyak informasi bahwa sang isteri sering keluar dengan seorang lelaki yang bukan dirinya, Eugene jelas merasakan marah yang selalu ia redam dengan batang rokok dan asap yang mengepul. Puncaknya, saat ia mendapati dengan mata kepalanya sendiri bagaimana wanita yang sudah ia nikahi malah bergaul dengan lelaki lain. Saling berbagi kehangatan.
“Cinta yang tolol harus diakhiri. Penghiatana harus dibayar tunai dengan kematian. Seharusnya memang begitu.” Hal- 137
Beralih pada kisah cinta yang tak kalah menyedihkan adalah cerpen dengan judul Hidangan di Meja Makan. Seperti judulnya, kita tidak akan kesusahan dalam mengartikan akan ke mana cerita itu berjalan. Namun, Artie seakan memiliki nilai sendiri dalam memaknai hidangan yang ia jadikan objeknya kala ini. Penulis seakan mengatakan cinta dapat membuat seseorang lemah. Seperti halnya yang sedang dialami oleh seorang tokoh wanita. Setiap hari ia selalu dihidangkan makanan yang lezat dan berlemak dari suaminya. Tanpa bisa berbuat apa-apa, wanita ini semakin rakus dan rakus seperti halnya sapi yang hanya bisa makan setiap saat. Suaminya akan sangat senang saat mendapati wanita itu makan dengan lahap hingga kekenyangan. Dari kisah sebelumnya, diceritakan bahwa mereka berdua sama-sama memiliki sebuah pengalaman pahit tentang kelaparan dan makanan. Maka dari itu, sang suami yang seakan sehat ternyata memiliki penyakit mental yang tak dapat sembuh karena ambisinya pada kekenyangan.
“Aku mencintaimu juga. Dengan segenap lemak di dalam tubuhku. Mencintai dengan kolestrol dan gula darah yang tinggi. Aku mencintaimu dengan segala pengabdian, bahkan rela menjadi moster yang rakus…”- Hal 80
Keenam belas cerita cinta yang berada di dalam buku ini mungkin akan membuat pembaca berpikir dengan keras, apakah benar kisah cinta penuh luka? Baik ditimbulkan oleh perpisahan maupun perngkhianatan. Namun, mau apapun itu sumber luka tersebut, cinta memang selalu membawa dua genggam tangan dengan isi yang berbeda tapi tak bisa dipisahkan. Sebutlah kanan sebuah suka dan kiri adalah duka. Maka, saat kita mengenggam kanan, kita juga harus menerima kehadiran kiri.
Bahasa yang sangat puitis denga diksi yang mampu menembus ke dalam perasaan pembaca. Bagaimana seorang Artie Ahmad menyajikan kisah yang tidak melulu menye-menye, namun langsung menjatuhkan ke dalam jurang cinta yang tolol. Penulis memberikan banyak masalah yang secara nyata memang benar adanya di tengah kelumpuhan manusia dalam menjalin hubungan. Banyak kata setia yang dikhianati dan banyak pula rasa cinta yang mati dan menyakiti hati sendiri. Lantas, apakah kita bisa menjalin cinta yang cerdas dan hanya tersirat sebuah kebahagiaan? Sedang kita tahu bahagia adalah hal yang semu dan relatif.
Membaca dan menyelesaikan novel ini adalah pilihan saya untuk terus menikmati alurnya per cerita hingga selesai. Meski buku ini memang tidak dianjurkan untuk anak-anak usia di bawah 15 tahun. Besar harapan pembaca yang telah membaca buku ini bisa dengan bijak mengetahui arti cinta sesungguhnya sekaligus membuat diri berhati-hati pada cinta.
Probolinggo, 13 Maret 2019
Biodata Peresensi
Agustin Handayani. Seorang mahasiswa dan penggiat literasi daerah. Anggota aktif FLP Probolinggo yang sangat menyukai dunia sastra. 

Resensi Novel Ikan Kecil

Radar Madura, 16 Maret 2020 Menerima Takdir dan Belajar Kesabaran dari Cobaan Judul               : Ikan Kecil Penulis...