"Lo
beneran suka sama dia?" Vina bertanya dengan nada tak percayanya.
Sedangkan
Dini mengangguk santai. Ia memang sangat mencintai lelaki yang dimaksud oleh
Vina. Lelaki yang menjadi objek perbincangan pada sore kali ini. Pohon, dan
bunga di taman seakan ikut bergosip ria tentang lelaki yang berhasil mencuri
hati wanita cantik ini.
"Lo
pikir ulang deh," ujar Vina dengan nada memerintah.
"Andai
bisa." Dini menghembuskan napasnya pelan. "Masalahnya cinta itu dari
sini, bukan dari ini," lanjutnya dengan menunjuk hati dan otaknya
bergilir.
Mereka
sama-sama diam. Semuanya tahu bagaimana cinta dapat timbul. Tak ada yang bisa
mengontrol kedatangannya. Kita tidak pernah tahu kepada siapa, kapan, dan
kenapa kita jatuh cinta. Kita hanya sadar bahwa kita jatuh cinta dan tidak
ingin kehilangan orang tersebut. Meski kadang beberapa orang mengalami sindrom
penyesalan.
"Gue
paham cinta gue salah. Tapi gue juga nggak bisa cegah semua itu. Hati bergerak
duluan dari logika," lirih Dini lesu. Suaranya melemah dengan pikiran yang
berkelana seakan mencari satu orang saja yang mau membelanya tentang cinta yang
ia rasakan. Ia tak bisa terus menerus seperti ini. Cintanya telah dipandang
salah oleh orang lain. Dan, hatinya semakin menebal tanpa mau menerima perintah
move on.
"Lo
bener-bener cinta sama dia?" Vina menanyakan pertanyaan yang sama entah
sudah keberapa kalinya. Dia hanya berharap Dini bisa mengubah haluan
perasaannya. Meski sangat sulit dan bisa saja tidak mungkin.
Dini
terlihat menghembuskan napasnya lelah. Ia menoleh ke arah Vina dan menatap
kedua netra sahabatnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Gue pengen
bahagia. Tapi jika kebahagiaan gue harus dengan mencintai dia, gue bisa
apa?"
Vina
langsung memeluk sahabatnya. Ia tahu bagaimana perih itu menyiksa. Bagiamana
suara lirihnya terkesan putus asa. Semua orang pernah di posisi tersebut. Semua
orang pernah merasakan bagaimana saat hidupnya serasa dipermainkan cinta dan
ditendang bagai bola oleh orang yang menjadi setengah napas kita. Semua orang
pernah merasakan duka dan cinta.
"Tapi,
meski hati gue memilih dia, ada banyak hal-hal yang mengharuskan gue
melupakannya. Ini tentang norma," ujar Dini pedih.
Vina
semakin mengeratkan pelukannya. Ia paham, sangat tahu bagaimana sakitnya itu.
"Gue
selalu dukung lo. Apapun yang lo lakuin. Gue ada di belakang lo," ucap
Vina memberi semangat.
Sementara
setetes air mata lolos tanpa dikehendaki si empunya. Dini sudah berjanji tidak
akan menangis seperih apapun sakitnya. Ia harus kuat. Meski kadang cinta sangat
sakit dan perih, tapi jangan sekali-kali air mata turun hanya untuk menjadi
simbol kesedihan dan kelemahan diri.
"Gue
nggak bisa mencintai dia. Gue nggak bisa miliki dia. Kenapa?"
"Lo
kuat, Din. Inget! Besok lo harus tampil cantik dan bahagia. Seseorang yang lo
cintai, besok akan menjadi kakak ipar lo," ujar Vina dan semakin menampar
Dini dengan kenyataan yang sangat menyakitkan.
"Rasanya
gua bakal mati. Gue nggak sanggup," jawab Dini. Ia melepaskan pelukan Vina
dan menatap sahabatnya dengan tatapan terluka yang tak dapat dielakkan.
"Gue
pengen ikhlasin dia buat Kak Maya. Tapi, kenapa hati gue berat. Apa cinta
memang nggak selalu happy ending?"
Vina
tak mampu menjawab. Ia hanya bisa menarik Dini ke dalam pelukannya kembali.
Cinta.
Nyatanya mengatakan sangat mudah. Merasakan butuh ketegaran, dan mempertahankan
butuh kesabaran. Karena saat cinta bukan untuk kita, maka hanya kesedihan pilu
yang dirasakan.
Probolinggo,
11 Februari 2019
Cocokk nie...
ReplyDeleteSedih saya bacanya
ReplyDeleteCerita nya lumayan menguras air mata nih
ReplyDeleteMenarik sekali..main ke blog kakak yah www.ideaidealy.com
ReplyDeleteKasihan
ReplyDelete