Radar Cirebon, 20 April 2019
Seni Mendintai dan Dicintai
Tinkerbell
Judul
: Tinkerbell
Penulis
: Equita Millianda
Penerbit
: Pastel Books
Terbitan
: Cetakan Pertama, 2019
Halaman
: 334 Halaman
ISBN
: 978-602-6716-44-6
Peresensi
: Agustin Handayani
“Gimana
kalo pada satu titik-yang nggak diceritakan sama Walt Disney, Peterpan merasa
bahwa dia suka sama Tinkerbell?” –Hal. 325
Sukses
dengan novel perdananya yang berjudul Bad Romance, penulis bernama Equita ini
kembali merilis novel baru yang berjudul TinkerBell. Novel dengan genre teenlit
yang mengusung kisah romance antara sepasang sahabat antara lelaki dan
perempuan yang memang selalu menjadi hal yang digemari oleh remaja zaman
sekarang. Friendzone, seperti itulah sebutan bagi mereka-mereka yang terjebak
dalam zona teman, padahal maunya lebuh dari itu.
Membaca
judul Tinkerbell, otomatis ingatan kita akan terlempar pada sebuah film Disney
tentang gadis kecil yaitu Tinkerbell, PeterPan, dan juga Wendy. Jika kita
mengamati dengan seksana, Tinkerbell memang sangat mencintai Peterpan dengan
cara yang sangat bodoh. Ia rela melakukan apa saja untuk berada di dekat lelaki
tersebut dan membuat Peterpan senang. Padahal, selama ini, Peterpan hanya
mencintai Wendy. Ia tak pernah memandang Tinkerbell lebih dari seorang teman.
Meski begitu, mungkin kita bertanya-tanya, apakah sampai cerita itu berakhir,
Tinkerbell tetap saja mengalami cinta yang bodoh? Bertepuk sebelah tangan dan
mati dalam cintanya sendiri? Apakah tidak ada balasan dari Peterpan yang
seharausnya peka bagaimana Tinkerbell mencintainya. Jadi, sebenarnya bukan
Tinkerbell tokoh utama wanita di sini, melainkan Wendy. Karena Wendy lah yang
mendapatkan cinta tulus dari Paterpan.
Tak
jauh berbeda dari kisah Tinkerbell versi Disney, Equita hadir membawa kisah
yang hampir serupa. Kara dan Keano, sepasang sahabat dari orok yang rumahnya
bersebalahan. Di kisah ini, Keano lah yang lebih diceritakan dengan jelas
perasaannya pada Kara. Rasa yang awalnya hanya sekadar tanggung jawab untuk
selalu berada di dekat Kara hingga membuat benih cinta hadir dalam hidupnya.
Sedangkan Kara, ia hanya sadar bahwa Keano adalah sahabat yang sangat ia
sayangi. Perasaan Kara masih abu-abu dalam awal kisah ini.
Hingga
muncullah Dylan yang mendekati Kara dan Keano yang mendekati Sacha. Mereka
berdua seakan menciptakan sendiri jarak persahabatan mereka. Apalagi saat Keano
memergoki kebusukan Dylan, ia memaksa Kara harus menjauhi lelaki itu. Padahal
saat itu, Kara sudah mulai mencintai Dylan. Konflik yang terjadi antara Keano
dan Kara membuat Keano frustasi. Ia bahkan mulai tak acuh pada Sacha yang sudah
ia dapatkan menjadi kekasihnya.
“Keano
sadar bahwa cinta bukan tentang bersama dengan siapa yang paling engkau puja,
tapi tentang bersama dengan siapa yang paling memujamu dan belajar
menerimanya.” –Hal 144.
Hingga
akhirnya, Keano melakukan tindakan besar, bertaruh dengan Dylan untuk
mendapatkan Kara dan pada siapa wanita itu akan jatuh cinta. Namun, hal
tersebut malah seperti ‘senjata makan tuan baginya’. Tak ada bangkai yang dapat
tertutup sempurna. Saat Kara mengetahui semua itu, ia murka. Pertama kalinya,
ia sangat marah dalam jangka waktu yang lama
pada sang sahabat.
“Karena
orang nggak akan menyakiti apa yang dia cintai.” –Hal 261
Hingga
lambat laun, kisah terus bergulir dengan konflik-konflik yang mengejutkan di
akhir cerita. Seperti itulah cinta, mau sekuat apapun, tidak akan pernah luput
dari masalah. Tidak pernah ada kata mulus bagi perjalanan cinta.
Sepert
Tinkerbell yang sangat mencintai Peterpan dan berharap cintanya terbalas.
Menurut saya, di sini Kenao lah yang berperan menjadi Tinkerbell. Karena
perasaan Keano yang lebih dulu muncul dan sangat transparan.
Novel
remaja yang sangat ringan dengan kisah cinta yang dijamin mampu membuat remaja
baper. Apalagi dengan adanya Dylan yang manis. Lebih dari itu, novel ini
berhasil membuat satu pertanyaan dalam benak kita, mungkin ada satu episode di
mana Tinkerbell dan Peterpan bersama seperti kisah Kara dan Keano.
Probolinggo,
6 April 2019
Bioadata
Penulis :
Agustin
Handayani. Mahasiswa dan anggota FLP Probolinggo
No comments:
Post a Comment