Doc. Radar Cirebon, 25 Mei 2019
Info. Faris al Faris
Mengulik Romantisme dan
Persahabatn Gusti
Judul : Gustira
Penulis : Kata Kokoh
Penerbit : Pastel Books
Terbitan : Cetakan Pertama, 2019
Halaman : 352 Halaman
ISBN : 978-602-6716-46-0
Peresensi : Agustin Handayani
Paris
Van Java, Bandung dan segala sisi romantismenya. Bukan hanya Yogyakarta yang
memiliki banyak kisah romantis, Bandung seakan hadir dengan kacantikan kotanya.
Semua kisah yang terjadi, tempat-tempat yang mendukung bagaimana sebuah kisah
cinta menjadi alur yang sangat indah dan penuh makna. Kata Kokoh kembali dengan
novel terbarunya yang berjudul Gustira. Rupaanya penulis satu ini memang sangat
sukses dengan kisah-kisah remaja yang ia tulis. Mulai dari Senior Series yang
menjadi best seller, novel ini
rupanya akan mengikuti jejak tiga novel sebelumnya.
“Semua
orang mah pasti suka sama yang apa adanya, tapi kenyataanya teh yang apa adanya akan tetap kalah
sama yang sempurna.” –Hal. 214
Gustira,
Gusti dan Ira. Gusti sendiri hanya lelaki biasanya yang tidak terlalu tampan.
Namun beberapa temannya percaya bahwa Gusti itu karismatik dan menyenangkan.
Meski hal itu tidak langsung dipercayai oleh Ira. Seorang siswi yang memiliki
nasih sial karena selalu diganggu oleh Gusti. Semuanya berawal dari Ira yang
harus menggantikan Gusti untuk bertemu dengan Mahesa dan Gusti. Dari sana,
hari-harinya berubah 180 derajat. Gusti selalu berada di sekitarnya dan
membuatnya jengkel. Meski begitu, anehnya Ira tidak benar-benar merasa
terganggu dan tidak berusaha menjauhi Gusti.
Lelaki
yang humoris dan konyol. Paket lengkap yang membuat teman-temannya terhibur
dengan sikap Gusti. Selalu ada saja sikap Gusti yang membuat sekitarnya
terhibur. Aneh, itulah penilaian dari Ira. Meski lambat laun, Ira mula terbiasa
dengan sifat tersebut.
“Bahwa
rasa tidak suka, bukan alasan untuk kita membenci seseorang atau sesuatu dalam
hidup. Namun, untuk membuat kita mengerti bahwa ada sudut lain dalam kehidupan
layaknya utara dengan selatan, timur dan barat.” – Hal. 314
Sama
halnya menurut banyak orang, benci dan cinta hanya dua sisi mata logam. Tidak
ada yang membedakannya kecuali sisi yang berlawanan. Rasa yang Ira miliki
perlahanan mulai merasa tak menentu. Bagaimana perasaannya yang hampa saat
Gusti menjauh darinya dengan alasan yang Ira tak ketahui. Bagaimana Ira yang
selalu bisa merasa takjub saat melihat sisi-sisi Gusti yang lain.
Gusti
yang selalu ingin menjadi yang terbaik untuk Ira, menjaga perempaun yang ia
cintai dengan caranya sendiri. Meski sebenarnya, setiap cerita selalu memiliki endingnya sendiri. Tak ada orang yang
bisa menetukan akhir dari kisah tersebut selain Tuhan dan penulisnya sendiri,
Humor
yang benar-benar renyah. Karakter Gusti dalam novel ini benar-benar sangat
kuat. Bagaimana penulis menyediakan alur yang mampu membuat pembaca ikut masuk
ke dalam cerita. Kadang, pembaca akan menjadi Ira yang tersipu setiap diganggu
Gusti. Di beberapa kesempatan, pembaca juga bisa menjadi Gusti dengan tingkah
konyolnya. Bahkan Gusti hampir sama seperti Dilan, tapi dalam versi Kata Kokoh,
bukan Pidi Baiq.
Dari
novel Gustira ini, banyak hal yang dapat kita petik sebagai pesan dan amanat
yang memang sengaja penulis sisipkan dari alur yang sudah tersusun dengan
sedemikin rupa. Tentang kesederhanaan yang diajarkan oleh Gusti. Meskipun Gusti
adalah anak orang kaya, ia tidak pernah sombong dan menampilkan kekayaannya.
Malah Gusti tampil seperti orang kebanyakan, sederhana.
Ira
yang selalu tenang dalam menghadapi masalah. Dan bagaimana kuatnya sebuah
hubungan persahabatan antara semua tokoh di sana. Di mana satu masalah, mereka
pikul bersama dan saling menguatkan.
Gustira
memang sangat cocok untuk remaja yang sekarang pastinya sudah mulai mengenal cinta dan
sahabat.
Probolinggo,
4 Mei 2019
Profil
penulis
Agustin
Handayani. Mahasiswa dan aktivis literasi kota. Anggota FLP Probolinggo.
No comments:
Post a Comment