Kami Muslim dan Kami Bukan Teroris.

Yani, Just it



Seperti kebanyak muda-mudi di malam minggu. Sore ini, aku menyempatkan diri menikmati indahnya pemandangan taman kota. Duduk santai dengan sebungkus batagor dan segelas cokelat. Aku memandang bagaimana air mancur terus keluar dari mulut sang Angsa.
Bila aku menoleh sedikit saja, sebelah kanan terdapat sepasang kekasih yang dimabuk cinta. Aku mendecih, sebenarnya ada iri dalam hati. Terbersit dalam hati untuk membawa kekasihku nanti, sayangnya belum ada orang yang bisa aku panggil kekasih.

Sedang khusyuknya dengan batagor yang aku makan, tiba-tiba dari arah selatan seorang pemuda bercelana cingkrang berlari ke arahku.

"ALLAHHU AKBAR!!!" teriaknya sambil melempar sebuah benda yang menyerupai Bom rakitan ke kakiku.

Aku melompat kaget. Terhenyak sendiri dengan banyak umpatan yang aku keluarkan. Apakah ini saatnya aku menjadi puing-puing tanpa bekas?

Dengan segala umpatan itu, aku berlari menjauh. Sedangkan lelaki celana cingkrang itu pun berlari ke arah pepohonan besar.

Lima menit dan belum terjadi apa-apa. Apakah Bom itu mati? Kabelnya terputus? Atau mlempem?

Dengan hati-hati, aku mendekati keberadaan bom rakitan tersebut. Banyak pertanyaan dalam dada. Apakah bila aku mendekat, bom itu akan meledak? Kemana orang-orang? Mengapa hanya aku sendirian yang seakan nyawanya berada di ujung tanduk?

"Assalamu'alaikum, mbg?" sapa segerombolan orang dengan senyumnya sebelum aku mendekati keberadaan bom itu. Sementara di belakangnya terdapat kamera yang aku pastikan sedang merekamku. Tak lupa dengan lelaki celana cingkrang tadi.

"Kamu!!!" tunjukku kesal. 

Sementara seorang perempuan muslim mengambil bom tersebut dan membukanya di depanku.
Hanya sebuah bom mainan.
Hingga mengalirlah sebuah cerita tentang misi mereka melakukan hal tersebut. Aku hanya menganggukkan kepala. Terasa pening dengan keterkejutan yang belum reda.

"Jadi, maksud kami agar orang-orang tidak langsung menilai lelaki celana cingkrang dan wanita cadar sebagai pelaku teroris. Bisa saja, tadi saya lempar uang, heheh," cengir lelaki celana cingkrang disela penjelasannya.

Aku mendengus dengan gurauannya yang garing. Akan tetapi dalam hati aku mengiyakan. Terlalu banyak adu domba yang menjelekkan beberapa kaum. Dan memojokkan cara berpakaian sebagai pelaku kejahatan tersebut.

"Jadi, Mbg. Kami Muslim dan Kami bukan Teroris."

Aku mengangguk dengan senyum tulus. Benar. Aku muslim dan aku bukan teroris.
Di akhir sesi sore itu, kami berfoto bersama dan saling berjabat tangan.

"KAMI ISLAM DAN KAMI BUKAN TERORIS!!!" ucap kami bersamaan sebagai penutup video yang direkam oleh lelaki berperut besar.

Prob. 07 07 18

No comments:

Post a Comment

Resensi Novel Ikan Kecil

Radar Madura, 16 Maret 2020 Menerima Takdir dan Belajar Kesabaran dari Cobaan Judul               : Ikan Kecil Penulis...