Pada zaman
dahulu, tepatnya beberapa tahun setelah Hijriyah, berdirilah sebuah Negeri yang
bernama Negeri Ramadhan. Negeri yang sangat subur dan makmur pada masa itu. Seorang
Raja yang arif dan bijaksana memerintah dengan sangat tegas. Semua peraturan
harus ditaati dan bila ada salah satu rakyat yang ingkar, maka akan dihukum
mati.
Dari semua
peraturan itu, Negeri ini mewajibkan semua rakyatnya untuk berpuasa di bulan
suci Ramadhan. Bagi siapapun itu, Negeri ini sangat mengagungkan bulan Ramadhan
dan segala kegiatan pada bulan suci ini. Bagi anak-anak yang belum balig namun
berusia di atas 4 tahun harus dididik belajar puasa setengah hari. Sedangkan bagi
anak-anak yang sudah baligh dan dewasa wajib puasa kecuali beberapa alasan yang
telah diajarkan islam.
Di sebuah
kota bernama Kota Suro, kota terpencil dan di sudut Negeri, seorang anak
berusia sepuluh tahun mengeluh pada orang tuanya. Ia protes pada sang Ibu yang
memaksanya untuk puasa sampai magrib sedangkan dalam aturan Negeri itu, ia
hanya perlu puasa setengah hari untuk belajar.
“Irvan nggak
mau, Bu. Nanti kalo Irvan lapar gimana?” seru anak tersebut dengan keras
kepala. Perdebatan ini sudah berlangsung beberapa jam setelah saur tadi. Masih ada
dua jam lagi sebelum imsya’.
“Dicoba dulu
saja, Van. Kan nggak ada salahnya puasa sampai magrib,” bujuk sang Ibu yang
entah sudah keberapa kalinya. Masih sabar agar Irvan mau puasa sampai magrib
nanti. Sang Ibu berpikir, umur Irvan sudah bisa dididik untuk belajar puasa
sampai petang. Toh, sebentar lagi
anak lelakinya ini akan baligh.
“Tapi kalo
Irvan mokel gimana, Bu?” Irvan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia sudah
terbiasa puasa setengah hari untuk belajar saja. Dan diumurnya yang baru
sepuluh tahun ini, puasa sampai petang benar-benar adalah tantangan terbaru
baginya.
“Yang
penting niat dulu, Van. Kalo niat mau, Allah SWT pasti akan membantu dan meringankan
masalah kita.”
Irvan
menghela napas pelan. bagaimanapun, menolak permintaan sang Ibu memang sangat
sulit. Ia pasti akan menjadi anak durhaka bila menolak dan membantah seluruh
perkataan sang Ibu. Akan tetapi, mengiyakan suruhan sang Ibu pun, Irvan masih
enggan. Berpikir dan menerka-nerka akan seperti apa dirinya besok dengan perut
yag melilit lapar dan tenggorokan yang kering dan kehausan. Irvan bergidik
ngeri, apakah besok ia akan mati kelaparan karena puasa?
“Allah SWT
akan selalu menjaga umatnya, Van. Allah tak akan membiarkan kita mati kelaparan
hanya karena puasa. Lihat Ibu, ibu masih bisa hidup meski sering puasa sampai
petang,” ujar sang Ibu dengan senyum simpulnya. Seakan mengetahui semua
kebimbangan sang anak. Ia hanya ingin Irvan belajar.
Irvan hanya
mengangguk paham. Ia mengambil segelas air putih dan meminumnya. Tak lupa juga
dengan doa niat puasa. Irvan memutuskan untuk mencoba puasa hingga petang
nanti. Semoga Allah SWT memudahkan segala urusannya, batin Irvan.
Dan seperti
inilah Negeri Ramadhan. Meski dalam peraturan Negeri ini anak yang belum baligh
diperbolehkan puasa setengah hari untuk perkenalan, namun mereka juga tak
melarang bila orang tua mulai mengajarkan puasa sampai petang. Di sini, orang
tua menjadi kepala pemerintahan sendiri di keluarganya masing-masing. Raja di
istana hanya akan mengamati sambil tersenyum puas dengan kegigihan semua orang
tua dalam mendidik anak-anaknya untuk berpuasa. Raja yakin, semakin banyak
rakyatnya yang mendekati Allah SWT, maka semakin Allah SWT memberikan kemudahan
dan kelancaran rezeki pada umat-Nya.
Tamat.
Probolinggo, 22 Mei 2018
No comments:
Post a Comment