Dokumentas. Kabar Madura 23 April 2019
Menyelami Kisah Cinta yang
Bodoh
Judul
: Cinta yang Bodoh Harus
Diakhiri
Penulis
: Artie Ahmad
Penerbit
: Mojok
Terbitan
: Januari, 2019
Halaman
: viii+140 Halaman
ISBN
: 978-602-1318-83-6
Peresensi
: Agustin Handayani
Artie
Ahmad hadir lagi dengan karya terbarunya. Sebuah kumpulan cerita pendek yang
berjudul Cinta yang Bodoh Harus Diakhiri.
Kumcer yang di dalamnya terdiri dari 16 cerita pendek yang saling berdiri
sendiri. Meski begitu, keenam belas cerpen tersebut seakan memiliki benang
merah, yaitu tentang cinta. Namun bedanya, kisah cinta yang dikisahkan dalam
setiap cerpen adalah sebuah kisah pilu, tragis, dan menyedihkan dari sebuah
cinta. Hampir semua cerita di masaing-masing cerita seakan menjelaskan
bagaimana cinta yang bodoh, menyakitakan dan menimbulkan luka. Cinta hanya
pemanis diawal saja sebelum pahit setelahnya.
Bisa
kita lihat dari sebuah cerpen yang diambil menjadi judul buku ini, yaitu Cinta
yang Bodoh Harus Diakhiri. Sepasang kisah suami isteri yang bernama Eugene dan
Marion. Dalam permulaan cerita, mereka sudah berada di sebuah kota tua bekas
penjajahan militer dulu, kota kelahiran Eugene. Dengan segala mitos yang ia
jabarkan, Marion termakan dalam bualan yang tercipta dari suaminya sendiri.
Cinta adalah pilihan. Kita bisa memilih apakah kita akan tetap menjadi budak
cinta atau mengakhiri cinta yang bodoh. Seperti itulah yang Eugene lakukan.
Sejak banyak informasi bahwa sang isteri sering keluar dengan seorang lelaki
yang bukan dirinya, Eugene jelas merasakan marah yang selalu ia redam dengan
batang rokok dan asap yang mengepul. Puncaknya, saat ia mendapati dengan mata
kepalanya sendiri bagaimana wanita yang sudah ia nikahi malah bergaul dengan
lelaki lain. Saling berbagi kehangatan.
“Cinta
yang tolol harus diakhiri. Penghiatana harus dibayar tunai dengan kematian.
Seharusnya memang begitu.” Hal- 137
Beralih
pada kisah cinta yang tak kalah menyedihkan adalah cerpen dengan judul Hidangan di Meja Makan. Seperti
judulnya, kita tidak akan kesusahan dalam mengartikan akan ke mana cerita itu
berjalan. Namun, Artie seakan memiliki nilai sendiri dalam memaknai hidangan
yang ia jadikan objeknya kala ini. Penulis seakan mengatakan cinta dapat
membuat seseorang lemah. Seperti halnya yang sedang dialami oleh seorang tokoh
wanita. Setiap hari ia selalu dihidangkan makanan yang lezat dan berlemak dari
suaminya. Tanpa bisa berbuat apa-apa, wanita ini semakin rakus dan rakus
seperti halnya sapi yang hanya bisa makan setiap saat. Suaminya akan sangat
senang saat mendapati wanita itu makan dengan lahap hingga kekenyangan. Dari
kisah sebelumnya, diceritakan bahwa mereka berdua sama-sama memiliki sebuah
pengalaman pahit tentang kelaparan dan makanan. Maka dari itu, sang suami yang seakan
sehat ternyata memiliki penyakit mental yang tak dapat sembuh karena ambisinya
pada kekenyangan.
“Aku
mencintaimu juga. Dengan segenap lemak di dalam tubuhku. Mencintai dengan
kolestrol dan gula darah yang tinggi. Aku mencintaimu dengan segala pengabdian,
bahkan rela menjadi moster yang rakus…”- Hal 80
Keenam
belas cerita cinta yang berada di dalam buku ini mungkin akan membuat pembaca
berpikir dengan keras, apakah benar kisah cinta penuh luka? Baik ditimbulkan
oleh perpisahan maupun perngkhianatan. Namun, mau apapun itu sumber luka
tersebut, cinta memang selalu membawa dua genggam tangan dengan isi yang
berbeda tapi tak bisa dipisahkan. Sebutlah kanan sebuah suka dan kiri adalah
duka. Maka, saat kita mengenggam kanan, kita juga harus menerima kehadiran
kiri.
Bahasa
yang sangat puitis denga diksi yang mampu menembus ke dalam perasaan pembaca.
Bagaimana seorang Artie Ahmad menyajikan kisah yang tidak melulu menye-menye,
namun langsung menjatuhkan ke dalam jurang cinta yang tolol. Penulis memberikan
banyak masalah yang secara nyata memang benar adanya di tengah kelumpuhan manusia
dalam menjalin hubungan. Banyak kata setia yang dikhianati dan banyak pula rasa
cinta yang mati dan menyakiti hati sendiri. Lantas, apakah kita bisa menjalin
cinta yang cerdas dan hanya tersirat sebuah kebahagiaan? Sedang kita tahu
bahagia adalah hal yang semu dan relatif.
Membaca
dan menyelesaikan novel ini adalah pilihan saya untuk terus menikmati alurnya
per cerita hingga selesai. Meski buku ini memang tidak dianjurkan untuk
anak-anak usia di bawah 15 tahun. Besar harapan pembaca yang telah membaca buku
ini bisa dengan bijak mengetahui arti cinta sesungguhnya sekaligus membuat diri
berhati-hati pada cinta.
Probolinggo, 13 Maret 2019
Biodata
Peresensi
Agustin
Handayani. Seorang mahasiswa dan penggiat literasi daerah. Anggota aktif FLP
Probolinggo yang sangat menyukai dunia sastra.
No comments:
Post a Comment