Misteri
Teror Permainan Charlie
Judul :
Charlie Is Back
Penulis :
Fransisca Intan
Penerbit : Dar! Mizan
Terbitan : Januari, 2019
Halaman :
168 Halaman
ISBN :
978-602-420-730-4
Peresensi : Agustin Handayani
Charlie
Is Back, adalah sebuah seri novel fantasteen yang
mengambil sebuah kisah permainan
Charlie Charlie Challenge di mana kita bisa memanggil hantu dengan perantara
selembar kertas dan sebuah pensil. Seorang hantu yang digambarakan sebagai
seoaramg anak kecil yang gemar sekali bermain dan akan sangat senang saat ada
orang dewasa yang mengajaknya bermain bersama.
Fransisca Intan sukses
membawakan sebuah kisah yang benar-benar menyeramkan sekaligus membuat kita
ketagihan untuk membacanya hingga selesai. Ada beberapa adegan yang diceritakan
dengan sangat detail tanpa mengurangi unsur mistis sekaligus horor yang membuatku sebagai pembaca jadi
menatap sekeliling dengan was-was. Mungkin
saja di sekitarku Charlie sedang duduk dengan mata kosong dan memperhatikan
setiap orang yang membaca kisahnya. Hingga hinggap sebuah pertanyaan dalam
pikiranku; Bagaiamana bisa penulis membuat kisah ini dengan sangat
apik? Tidak adakah ketakutan di dalamnya?
“Can
we play? Why you won’t play with me?Do you hate me? Do you loved other child?
Tell me. If you’re not hate me, let’s play.” –Hal. 30
Seperti
sifat kebanyakan. Charlie pun memiliki sifat yang senang bermain terutama saat
ia diajak bermain oleh orang-orang dewasa. Hanya saja, bila ia diusir tanpa
bermain terlebih dahulu, makai ia akan marah dan bisa saja akan terus merengek
agar kita mau bermain dengannya hingga ia bosan dan pergi dengan sendirinya.
Seharusnya inilah yang dilakukan oleh Sofia, Venom dan Joshua saat bermain
Charlie Charlie Chellenge. Mereka harus bermain dengan Charlie dan setelah
Charlie bosan, barulah mereka mematahkan pensil dan membakar kertasnya agar
Charlie bisa kembali ke alamnya. Namun, mereka tidak melakukannya. Mereka
mengusir Charlie bahkan sebelum permaianan dimulai. Katakanlah, ini yang
menjadi penyebab kekesalan Charlie hingga Venom harus meninggal dunia, Sofia
yang harus menerima donor mata dan sekarang divonis terkena anxiety Disorder.
Sofia pun
harus ditangani oleh seorang psikiater karena ia yang sangat susah tidur dan
memiliki kantong mata yang sangat mengerikan. Tanpa mereka ketahui, penyebab
Sofia yang tidak bisa tidur adalah teror dari Charlie setelah dua tahun kejadian naas
itu. Sofia selalu bermimpi buruk dan ketakutan hingga ia memutuskan untuk terus
terjaga setiap malam.
“Mereka
yang mati tidak mudah untuk mati dua kali dan mungkin saja kembali.” -Hal 51
Permaian
memanggil hantu memang memiliki resiko sendiri-sendiri tergantung dengan siapa
hantu yang sedang kita panggil. Maka, saat Sofia bertemu dengan Jesthine, ia
sadar bahwa selama ini Charlie yang selalu bermain ayunan di depan rumahnya
memang nyata. Charlie yang menerornya memang menginginkan nyawanya. Charlie
merasa dipermainkan karena sampai detik ini, Sofia selalu pergi dan tidak
mengajaknya bermaian. Lagi pula, manusia normal mana yang mau bermaian dengan
seorang hantu anak kecil yang menyeramkan. Namun, saat meminta bantuan pada
seorang paranormal yang dikenal Jesthine, saat itulah Sofia dan Joshua paham
bahwa mereka harus kembali bermain Charlie Charlie Challenge untuk mengajaknya
bermain.
“Playing with me or I won’t leave your life. Or I take
you to death much faster.” -Hal. 155
Novel horor
yang mengangkat kisah urban legend ini benar-benar sangat menyeramkan sekaligus
mengerikan. Kisah Charlie sendiri diceritakan dengan sangat luwes oleh penulis.
Bagaimana kehadiran Charlie, sosoknya yang mengerikan dan seluk beluk Charlie
saat masih menjadi bocah benar-benar membuat saya paham dari mana asal
permainan tersebut dan kenapa menggunakan perantara kertas dan pensil.
Meski
dengan mata yang selalu awas pada sekitar, hati yang merasa ketakutan sendiri
dengan pikiran yang melayang dan menerka-nerka apakah Charlie juga ada di
sekitar saya, novel ini benar-benar sukses untuk membuat pembaca merasa
ketakutan namun juga ingin menyelesaikan bacaannya. Semoga semua teman-teman
yang membaca novel ini mendapatkan pelajaran untuk tidak bermain-main dengan
hantu, meskipun dalam permainan.
Probolinggo, 13 Februari
2019
Bidata Peresensi
Agustin
Handayani. Lahir di Probolinggo dan menjadi aktivis literasi daerah terutama
Anggota FLP Probolinggo.
No comments:
Post a Comment