Yani, Just it
Judul : Marry Miss Phobia
Penulis : Jae Kho
Penerbit : Loka Media
Halaman : 346 Halaman
Terbitan : Cetakan Pertama, April 2017
ISBN : 978-602-60841-2-5
Peresensi : Agustin Handayani
Novel yang berjudul ‘Marry Miss Phobia’ ini adalah novel yang menjadi juara kedua dalam event Menulis Novel Tema Phobia yang diadakan oleh salah satu penerbit, yaitu Loka Media. Sebenarnya tidak kaget bila novel karya Jae Kho ini bisa menduduki posisi kedua dalam event tersebut. pembawaan alur dan pendeskripsian setiap adegan sangat detail dan membuat pembaca seakan larut dalam ceritanya.
Dalam novel ini, Jae Kho serasa menjadi Tuhan bagi semua tokoh-tokoh yang sudah ia rangkai dengan takdir sedemikian rupa. Bercerita tentang kisah phobia yang dialami oleh Kaneko Sora. Perempuan yang phobia pada pernikahan lantaran sering melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Belum sampai di situ, sang Kakak yang memilih bunuh diri lantaran ditinggal oleh kekasihnya sehari sebelum pernikahan. Semua masalah itulah yang membuat Sora tidak percaya pada mahligai pernikahan.
Hingga sebuah keadaan mempertemukannya pada lelaki sok sibuk bernama Miyamoto Hiro. Mereka terjebak dalam keadaan yang memaksanya harus hidup dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan. Hiro sendiri memiliki konflik batin yang mengganggunya. Hati, hanya konflik itu yang membuatnya enggan menikah lantaran ia yang masih menyimpan sebuah rasa pada cinta pertamanya. Cinta pertama yang meninggalkannya dan menikah dengan lelaki lain. Pernikahan Sora-Hiro adalah pernikahan yang unik dan lucu. Dimulai dari mereka yang selalu bertengkar, ciuman pertama Sora yang karena sangking kagetnya hingga mendorong Hiro terlalu kuat dan membuat lelaki itu jatuh di kue pernikahannya. Pertengkaran-pertengkaran kecil dan segala keusilan menghiasi keseharian mereka.
Hingga dipertengahan cerita, pertemuan Hiro dengan Akina berhasil membuat benih-benih cinta tumbuh kembali. Banyak sekali kejutan dalam cerita ini. Hubungan gelap yang Hiro lakukan dengan Akina dengan menyembunyikan status pernikahannya, Kenichi yang ternyata telah merasakan cinta pada pandangan pertama pada Sora, dan konflik-konflik lain yang bergiliran menyapa.
Meski terkesan sangat ‘melow’ menurut saya, namun dalam novel ini memang sukses menggetarkan hati. Semangat seorang Sora untuk menjadi seorang mangaka dan bagaimana ia yang bertekad untuk mempertahankan pernikahannya dengan Hiro.
“Dua orang bisa disebut saling mencintai bila di antara mereka tidak ada cinta yang dipaksakan. Percayalah, suatu hari nanti Tuhan akan memberimu lebih banyak cinta.” (Hal. 334)
Konflik yang sangat complicated dan ending yang jauh dari perkiraan awal adalah sebuah kejutan tersendiri dari novel ini. Pesan-pesan tentang sebuah pengorbanan cinta, penerimaan cinta serta hakikat cinta itu sendiri menjadi sebuah hal yang patut dicontoh. Meski sebenarnya beberapa pihak tidak ingin mengalami sebuah kisah yang sangat complicated.
Seperti saat kita salah menaiki Bus, pastilah tujuan Bus itupun juga tidak sesuai dengan keinginan kita. Tidak perlu menyesali. Kita hanya perlu belajar dari pengalaman dan memulai sesuatu yang benar untuk ke depannya. Tidak ada perjalanan yang sia-sia bila kita menikmatinya. Seperti itulah kira-kira inti cinta dalam novel ini.
Probolinggo, 17 Mei 2018
No comments:
Post a Comment