Images. Teguh Wibowo
Judul
: Jemput Terbawa
Penulis
: Pinto Anugrah
Penerbit
: Buku Mojok
Terbitan
: Maret, 2018
Halaman
: iv+206 hlm.
ISBN
: 978-602-1318-62-1
Peresensi
: Agustin Handayani
Penulis
bernama Pinto Anugrah. Lelaki yang lahir di lereng Gunung Merapi ini
benar-benar membawa sebuah gebrakan baru dalam penyampain sebuah cerita.
Penulis seakan menunjukkan bahwa sebuah alur cerita tidak melulu bercerita
tentang seorang tokoh utama dan yang lainnya adalah sampingan. Namun, penulis
memberikan sebuah awalan sebagai pemancing bagaimana pembaca yang biasanya langsung
menerka bahwa kisah ini pasti akan berjalan seperti ini atau ah, pasti tokoh ini yang menjadi pemeran
utama. Ternyata, Pinto segera membuat kita bertanya-tanya, mau ke mana arah
jalan cerita ini.
“Kisah
orang kami kabarkan, dusta orang, kamu tidak ikut serta.” –Hal. 4
Di
sini kita akan berkenalan dengan Tukang Kaba. Konon, Tukang Kaba adalah seorang
dengan saluang yang selalu ia bawa ke mana-mana. Ia akan mendendangkan sebuah
kisah kepada orang-orang dengan alunan musik yang menyayat. Bahkan pada zaman
Junjungan Puti Panjang Rambut. Seorang Raja Perempuan yang tangguh dan sangat
dihormati di negerinya. Di sinilah, Tukang Kaba akan memerankan lakonnya
sebagai pendendang yang mampu membuat rakyat percaya akan asal muasal kehamilan
dari Puti Panjang Rambut.
“Bundo
kandung adalah bunda dari segala bunda, ibu dari segala ibu, seperti tanah ini.
Tahan Pangkal Pulau Perca.” –Hal. 162
Dan
dari saat itu, Bunda adalah pangkal garis sebuah keturunan, dan bukan kepada
bapak lagi.
Selain
kisah Puti Panjang Rambut, novel ini juga membawa beberapa kisah yang
sebenarnya bila kita cermati lagi, sama-sama memiliki benang merahnya. Tentang
sebuah perang yang kira-kira terjadi pada saat masa pemerintahan Soekarno. Di
mana ada beberapa gerombolan yang memberontak. Di sinilah sebuah kisah Nurselah
terjadi. Seorang isteri dari Pajatu yang tengah berjalan ke pengungsian, tetapi
di tengah jalan malah ditangkap oleh Tentera Pusat. Dan sial bagi Nurselah dan
teman-temannya yang harus disiksa bahkan beberapa tak bernyawa. Dan sebuah
siksaan yang diterima oleh Nurselah adalah sebuah kehamilan tanpa tahu siapa
bapak dari janinnya.
Di
kisah yang menurutku adalah sebuah kisah ketiga, atau kisah terakhir dari novel
ini adalah anak dari Nurselah sendiri, Laya. Kisah dari wanita ini memang tidak
jauh dari kisah tiga wanita sebelumnya. Memiliki sebuah peran sendiri. Hamil
dengan orang yang bukan suaminya. Laya juga dihamili oleh Mak Ujang. Lelaki
yang ikut merawat Nurselah. Karena kehamilannya, Laya harus hidup di hutan dan
menghindar dari sikap warga yang seakan memusuhinya. Hanya karena Laya adalah
anak dari Nurselah, wanita cacat yang dikira belum pernah menikah sebelumnya.
Seorang
Kaba hanya bertugas mendendangkan sebuah kisah kepada orang-orang. Ia mengarang
cerita dengan sedemikian rupa, menyayat-nyayat di awal hingga seperti roda yang
selalu berputar. Selalu ada kisah yang indah di akhir hidupnya. Atau bisa saja.
Tukang Kaba memberikan kisah yang menggembirakan hati, tetapi berakhir dengan
tangisan air mata. Itulah tugas dari Tukang Kaba yang selalu membawa
saluangnya.
Aku
sempat berpikir, mungkin tiga kisah ini adalah jebakan dari seorang penulis.
Dan pembaca lainya juga akan berpikir sama saat mendekati akhir cerita. Dan
bisa saja, penulis di sini berperan sebagai Tukang Kaba itu sendiri. Penulis
dalam tubuh Tukang Kaba membawa tiga kisah seorang wanita yang memiliki kisah
kesakitan dan menyayat hati siapa saja yang mendengarnya. Dan dari tiga kisah
itu pun, kita bisa memetik satu intisari yang mungkin disuratkan Penulis dalam
novel ini.
“Oh, kisah mana lagi yang hendak
dikabarkan, biarlah tukang kaba yang menyampaikan. Seperih apa pun penderitaan
hidup, tidak akan jadi perih di tangan tukang kaba. Berikanlah segala perihnya
pada tukang kaba, agar mampu digubah menjadi kisah-kisah yang menyenangkan
hati, kisah-kisah yang membangun mimpi dan harapan.” –Hal. 204
Dan,
bagi kita semua, mari kita dengarkan dan nikmati bagaimana penulis dalam tubuh
tukang kaba mendendangkan kisah-kisah yang menyayat ini dan menggubahnya
menjadi penuh cinta, itulah tujuan dari Tukang Kaba itu sendiri. Kesuksesan
tukang kaba dalam berdendang, adalah kesuksesan penulis yang mmebawa pembaca
masuk dan ikut merasakan keperihan hidup dalam tiga wanita tersebut.
Probolinggo, 26 Januari 2019
No comments:
Post a Comment