Aku
benci semua hal yang menjatuhkan. Semua orang yang hanya memakai topeng hanya
akan aku lirik, tanpa aku hampiri. Jangan mendekati sebuah jurang bila kau tak
ingin terjatuh. Apalagi saat di belakangmu ada seroang musuh dalam balik kata
teman. Itu adalah pelajaran yang aku dapatkan.
Dan
mari kita lihat bagaimana Bunga yang dengan centilnya mendekati lelaki itu.
Lelaki yang kemarin sudah aku patenkan untuk mendapatkan hatiku. Seseorang yang
aku anggap sahabat, tempat berbagi suka dan duka, malah tengah bermain api di
belakangku.
“Cinta
itu bisa dibagi, kok,” ujar Bunga
dengan nada manjanya. Tangannya yang nakal mulai berani meraba dada bidang
lelaki yang sejak tadi hanya bisa diam kaku.
Dia
lelaki yang mungkin masih awam dengan sentuhan-sentuhan seorang wanita.
Sepertinya lelaki itu memang belum terbiasa dengan kedekatan yang Bunga
berikan. Dan aku memang mencintai lelaki itu karena sikap polosnya yang beda
dengan yang lain.
“Kamu
hanya perlu mencoba dan aku yakin kamu akan berbalik mencintaiku,” ujar Bunga
lagi.
Setelah
lama terdiam, kali ini lelaki itu balas memandang manik mata milik Bunga. Bunga
memiliki mata yang bulat dengan bulu mata lentiknya. Bibir semerah darah dan
kulit seputih salju. Dia memang adalah bentuk dari bidadari dunia.
“Mau
kamu apa?”
Bunga
tersenyum penuh kemenangan. Dia semakin merapatkan diri pada lengan sang lelaki,
kemudian berbisik lirih, “aku mau kamu dan cintamu.”
“Bagaimana
dengan sahabatmu?”
“Bisa
diatur belakangan,” jawabnya dengan kerlingan nakal.
Dan
mereka berdua seperti kucing-kucing yang sedang kawin. Berisik dan
mendengungkan. Aku melengos. Sudah cukup bersembunyi di balik pohon dan
mendengar semua kenyataan bahwa air yang tenang bisa saja membahayakan. Bahwa
sahabat yang mendukungmu, bisa juga mendorongmu terjatuh.
“Bunga,
terima kasih atas arti persahabatn sebenarnya,” ucapku dengan senyum sinis
sembari memasukkan alat perekam yang sejak tadi on.
Probolinggo,
12 Januari 2019
No comments:
Post a Comment