doc. Radar Cirebon 2 Desember 2018
Pengorbanan dan Nasionalisme di Tanah Seberang
Judul
: Tanah Seberang
Penulis
: Kurnia Gusti Sawiji
Penerbit :
Mojok
Jumlah Halaman : 268 Halaman
Terbitan
: I, Juli 2018
ISBN :
978-602-1318-68-3
Peresensi : Agustin Handayani
Pengorbanan tanpa makna
hanyalah sebuah kesia-siaan, namun pengorbanan dengan sebuah makna adalah
sebuah tindakan yang heroik. Dalam hidup ini, kita akan selalu dihadapkan pada
pilihan. Dan disetiap pilihan itu pulalah selalu ada resiko di dalamnya. Besar kecilnya
resiko yang kita dapat, tergantung dari usaha dan pengorbanan masing-masing.
Tergantung bagaimana keberanian kita untuk melangkah ke depan.
Novel yang berjudul
Tanah Seberang ini terbagi menjadi trilogi di dalamnya. Di mana setiap cerita
memiliki sebuah pengajaran hidup yang sangat heroik. Trilogi tersebut dibagi
dalam beberapa judul yang setiap judul memiliki sekitar 5-8 sub bab. Cerita
Pertama: Dunia di Ufuk Barat,
Cerita Kedua:
Jiwa dan Tubuh Nusa, Cerita Ketiga:
Pilihan untuk Hidup yang Lebih Baik, dan ditambah Cerita Keempat: Trilogi dari Tanah
Seberang.
"Jangan
kau terus berlari dari apa yang pasti akan kau hadapi. Ia akan terus menerus
mengejarmu. Lebih baik kau keluar dan menghadapinya." (Hal. 10)
Pada Cerita pertama,
kita akan berkenalan dengan tiga bocah yang menjadi tokoh utamanya. Amran,
Imran dan Umar. Tiga bocah yang selalu mendapatkan dongeng tentang Dunia Ufuk
Barat dari Tok Mus. Sebuah dongeng yang memberikan mereka tekad kuat untuk
melangkah ke Dunia Ufuk Barat tersebut. Namun sepertinya keinginan menggebu
mereka harus ditentang oleh Maknya. Mak Nur sangat menentang anak-anaknya
keluar dari rumah atau dari desa Raja Alang ini. Keadaan mereka yang sebagai
pendatang ilegal membuat Mak
Nur selalu bersembunyi dan menjauhi Rela
yang bisa saja memulangkannya
paksa ke Indonesia. Sedangkan Indonesia terlalu menyimpan luka untuknya. Mak
Nur seakan sudah tak punya wajah di Negaranya sendiri. Namun perjalanan
tetaplah perjalanan. Memakan waktu yang seakan mendorong kita terus melangkah.
Bukan berdiam diri atau malah menghindar. Mak Nur dan ketiga anaknya harus
menghadapi Indonesia dan menyelesaikan masalahnya untuk hidup yang lebih baik
lagi.
Pada
Akhirnya, untuk hidup, seseorang perlu melakukan perjuangan dan pengorbanan.
(Hal. 98)
Nusa
dan keluarganya adalah warna negara Indonesia yang hidup di Negeri Malaysia.
Menjadi seorang ‘Paskibraka’ adalah cita-cita Nusa sebagai bentuk
kecintaannya pada Indonesia tersebut. Mengibarkan bendera merah putih di Negeri
orang adalah sebuah tantangan sendiri menurut paskibraka tersebut. Dan saat Nusa mendapatkan
cita-citanya, badai menerpa keadaan keluarganya. Nusa dihadapkan pada sebuah pilihan sulit.
Melepaskan kewarganegaraan atau merelakan keluarganya mengalami kesulitan hidup?
Sebuah pergejolakan batin yang harus dihadapi seorang pemuda yang sangat
mencintai tanah airnya meski sebenarnya Nusa
lahir di Malaysia, dan tidak pernah
menginjakkan kaki di Indonesia.
Tapi,
kalau aku, persetan dengan pandangan orang atau reputasiku! Memangnya
orang-orang yang menentukan seberapa besar cintaku pada tanah air?
Masing-masing orang memiliki cara tersendiri dalam menyatakan cinta, bukan?
(Hal. 133)
Di cerita ketiga, Tanah
Seberang akan membagikan kisah tentang Langgam.
Pemuda yang menghabiskan masa remajanya untuk merawat sang Ayah yang sedang
sakit. Langgam harus selalu memahami
sang Ayah yang kadang keras kepala dan tidak memperdulikan penyakitnya, dan
menjadi pendengar yang baik untuk mendengarkan segalam emosi dari sang Ibu. Langgam berpikir, mungkin ini
adalah akibat dari pilihan yang salah, yang diambil tergesa-gesa oleh
keluarganya tanpa berpikir masak-masak. Sekali lagi, konfliknya adalah, saat
pintu kebebasan terbentang luas di hadapannya, pintu yang menjadikannya orang
sukses dan jelas bisa memperbaiki keadaan keluarga, apakah Langgam akan mengambil pintu
tersebut sedangkan di sisi lain, keluarganya sangat membutuhkan anak sulung
sepertinya? Menganggap dirinya adalah Tentara yang mendapat perintah dari
atasan.
"Karena
hanya dengan keberhasilanlah, ia bisa menunjukkan bahwa ia adalah seorang
prajurit terkuat. (hal. 207)
Langgam mengambil
keputusan dari pilihan yang digenggamnya. Ia hanya ingin menjadi tentara
terkuat itu.
Sebagai penutup novel
ini, Trilogi Tanah Seberang mengumpulkan semua tokoh dari cerita pertama hingga
ketiga. Kehidupan mereka yang ternyata saling berkaitan. Sebuah usaha dan
pengorbanan yang besar menjadikan mereka manusia-manusia yang bahagia. Polemik
kehidupan mereka seakan menjadi sebuah benang tak kasat mata yang saling
menguatkan batin mereka.
Kebahagian
sejati hanya akan berhak dimiliki oleh orang-orang yang berjuang dengan bersih.
(Hal. 268)
Permasalahan baru yang
dihadirkan oleh penulis, membawa Amran, Imran, Umar, Nusa dan Langgam dalam
sebuah usaha dan pengorbanan mereka bersama. Hingga saat keberhasilan itu
mereka dapat, mereka tahu bahwa inilah sejatinya kebahagiaan. Saling membantu
untuk hidup.
Buku ini sangat cocok
untuk semua kalangan. Namun ada baiknya bagi pembaca yang masih dibawah umur
untuk mendapatkan bimbingan dalam membacanya. Kebangsaan, Nasionalisme dan
polemik yang dijabarkan oleh penulis seakan berhasil membuat kita bertanya,
"apa yang sudah kita lakukan
untuk negara tercinta?"
Probolinggo, 30 November 2018
Nice info
ReplyDeleteThanks you, sob
DeleteTulisan yang sangat menarik. tetap semangat ya
ReplyDeleteThanks you, sob
Delete