Doc. Radar Cirebon Minggu, 12 Januari 2019
sumber. Footo by Faris Al Faisal
Pembunuhan Mematikan dari Dasar Laut
Judul
: Killer
Mermaid
Penulis
: Lalu A. Mubarok
Penerbit
: DAR! Mizan
Terbitan
: Cetakan Pertama,
Januari 2018
Jumlah
Halaman : 156 Halaman
Peresensi
: Agustin Handayani
Dari
sebuah novel mistery dan horor kita menemukan banyak hal baru yang luput
dilihat oleh mata telanjang. Menurut penulis-penulis mistery-horor, di sekitar
kita ada sebuah alam yang bersebelahan dengan kehidupan. Mereka hilir mudik dan
ikut dalam segala kegaiatan yang kita lakukan. Bedanya, mereka tidak dapat kita
lihat kecuali mereka mengizinkan kita melihat mereka secara langsung. Dan itu
hanya dialami oleh orang-orang terpilih saja.
Killer Mermaid
sebenarnya lebih masuk ke dalam novel bergenre mstery yang dipadu dengan
fantasi dari penulis. Meski dalam penjabarannya, penulis berhasil membuat bulu
kuduk meremang dengan perut yang teraduk menahan mual. Mungkin ini semua akan
dirasakan oleh kalian semua yang nantinya membaca novel karya Mubarok ini. Dan
beberapa akan setuju bahwa setting
suasana lebih kepada horror.
“Tutup
telinga kalian ketika duyung-duyung memamerkan lengkingannya. Itulah pertanda
kematian akan datang.” – Hal. 12
Mubarok
seakan menyadarkan kita sekaligus memberikan tamparan besar bagi para manusia
yang percaya bahwa duyung adalah makhluk setengah manusia yang cantik, baik dan
suka menolong manusia seperti yang diadegankan oleh film-film Indonesia.
Lewat
Killer Mermaid, Mubarok membantah
semua imajinasi para perfilman tersebut. Di sini, Mubarok memberikan deskripsi
yang menakutkan tentang duyung-duyung yang hidup di bawah dasar laut. Jenisnya
lebih ganas dari pada taring-taring hiu. Pendendam dan hidup berkoloni. Indera
penciuman yang tajam bisa merangsang mereka muncul ke permukaan.
Cerita
munculnya duyung ini hampir sama dengan sebuah Film tentang ikan piranha yang
mana, awal muncul ikan-ikan ganas ini adalah dari bau alkohol-alkohol yang
jatuh di dasar laut hingga membangunkan spesies
ikan-ikan tersebut dan membunuh banyak manusia yang dirasa mengancamnya.
Bedanya dalam Killer Mermaid,
duyung-duyung yang bangun akan terus meneror kita selama dua puluh tahun
lamanya. Waktu yang sangat lama hingga menjadikan Maldives lebih tepatnya pulau
Maladewa sebgaia pulau petaka.
Liburan
yang dirancang menyenangkan oleh Benny, Dadi, Sally, Nurul dan Hanie menjadi
petaka yang setiap detiknya memacu kinerja jantung. Setiap tempat di pulau
tersebut seakan mengantarkan mereka ke jurang kematian dengan guyung-duyung
ganas yang telah siap menunggu bahkan mengejar ke mana mereka pergi.
Suara-suara
dan teriakan yang saling bersautan adalah tanda kemurkaan mereka. Bahkan
duyung-duyung tersebut bisa membuat badai di lautan dan menggelapkan langit.
Satu duyung yang mati terbunuh karena senapan sang pemburu, maka duyung-duyung
lain akan menyanyikan sebuah irama yang benar-benar memekakkan telinga.
Keempat
bocah dibantu dengan pemburu duyung bernama Olvy berusaha menghentikan teror
dari duyung-duyung tersebut. Semua penghuni baik wisatawan domestik maupun
manca negara satu per satu mati oleh terror duyung ini. Pilhannya adalah mereka
atau duyung itu yang mati di Maladewa ini. Dan untuk membunuh duyung-duyung
itu, mereka harus menemukan alamanac yang
menjelaskan tentang spesies, ciri-ciri bahkan cara menghentikan terror ini.
“Ratu
duyung adalah kunci kita untuk menghancurkan semuanya. Jika sang ratu mati,
maka duyung-duyung ikut mati karena tidak ada yang memimpin kerajaan duyung.”
-Hal. 131
Membaca
novel fantasi-misteri ini berhasil membuat kita berfikir seperti apa sosok
duyung yang sebenarnya. Meski sebenarnya Mubarok telah mendeskripsikan dengan
detail setiap gerakan, fisik dan juga ciri-ciri dari duyung ini. Bahkan
induk-induk duyung bermata merah dengan ekor warna tosca. Bau busuk dengan
kulit berlendir seakan benar-benar membuat pembaca berpikir ulang tentang
kecantikan dari duyung yang banyak diceritakan sebelumnya. Ini jauh dari
bayangan mereka. Seratus delapan puluh persen terbalik dari film yang
menampilkan duyung sebagai tokoh utama.
Mengikuti
alur cerita dari awal hingga akhir adalah pilihan saya untuk hanyut dan
merasakan ketakutan-ketakutan yang ditimbulkan oleh cerita bahkan mendekati
akhir cerita, rasa deg-degan dan merinding tetap saya rasakan.
Probolinggo, 06 Januari 2019
Biodata
Peresensi.
Agustin
Handayani. Perempuan kelahiran Probolingggo, 1996. Aktivis literasi daerah
sekaligus anggota Forum Lingkar Pena (FLP) cabang Probolinggo.
Bagus kak, sukses terus
ReplyDeleteHehhe makasih. Sukses juga untukmu
Delete